Pengelolaan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia berarti proses, cara, perbuatan mengelola
dengan menggerakkan tenaga
orang lain dan merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi. Serta memberikan pengawasan pada
semua hal yang
terlibat dalam pelaksanaan
kebijaksanaan dan pencapaian tujuan.
zona adalah daerah dengan
pembatasan khusus atau kawasan. Dalam Doktrin TNI AL yang diterbitkan tahun
2001, kata maritim diartikan berkenaan dengan laut atau berhubungan dengan
pelayaran dan perdagangan' Pengertian yang lebih luas, selain menyangkut
sumber-sumber daya intern laut juga menyangkut faktor ekstern laut yaitu
pelayaran, perdagangan, lingkungan pantai dan pelabuhan serta faktor strategis
lainnya.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Pemerintahan Daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan
rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Laut adalah ruang perairan di muka bumi yang
menghubungkan daratan dengan daratan dan bentuk-bentuk alamiah lainnya, yang
merupakan kesatuan geografis dan ekologis beserta segenap unsur terkait, dan
yang batas dan sistemnya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan hukum
internasional. Kelautan adalah hal yang
berhubungan dengan Laut dan/atau kegiatan di wilayah Laut yang meliputi dasar
Laut dan tanah di bawahnya, kolom air dan permukaan Laut, termasuk wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Pemerintahan Daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan
rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Pengelolaan zona maritim merupakan urusan
pemerintah yang dibagi denga urusan pemerintah daerah dengan desentralisasi.
Kemudian pengertian maritim sendiri berdasarkan KBBI merupkan hal yang
berkaitan dengan pelayaran dan perdagangan di laut. Berdasarkan Undang-Undang
No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah menyatakan urusan kelautan dan perikanan merupakan urusan pemerintah
pilihan yang menjadi tugas pilihan pemda berkenaan dengan keadaan geografis
daerah yang bersangkutan. Berkaitan pula dengan politik luar negeri,
pertahanan,dan keamananyang termasuk dalam urusan pemerintahan absolut (oleh
pusat). Penentuan batas wilayah laut indonesia dengan negara tetangga merupakan
bidang politik luar negeri yang diurus oleh pusat. Pertahanan dan kemanan
wilayah laut indonesia juga diurus oleh pemerintah pusat. Namun untuk urusan
pengelolaan zona maritim yang termasuk didalamnya angkutan, pelabuhan, galangan kapal dsb (Chandra Motik ) dan perikanan dikelola oleh
pemerintah daerah. Namun dalam pelaksanaannya terdapat batasan-batasan
tertentu, seperti jarak dan hasil usaha.
Untuk mengetahui lebih jelasnya, kita perlu
memahami makna filosofis dari topik ini.
FILOSOFIS MARITIM
Historis negara kepulauan
Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik
Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën
en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan jaman Hindia
Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di
sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil
dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut
yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia
menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat
itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut
antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas.
Negara maritim
Pakar Hukum Laut Hasjim Djalal mengemukakan bahwa
negara maritime tidak sama dengan negara kepulauan. Negara maritim adalah
negara yang mampu memanfaatkan laut, walaupun negara tersebut mungkin tidak
punya banyak laut, tetapi mempunyai kemampuan teknologi, ilmu pengetahuan,
peralatan, dan lain-lain untuk mengelola dan memanfaatkan laut tersebut, baik
ruangnya maupun kekayaan alamnya dan letaknya yang strategis. Oleh karena itu,
banyak negara kepulauan atau negara pulau yang tidak atau belum menjadi negara
maritime karena belum mampu memanfaatkan laut yang sudah berada di dalam
kekuasaannya. Sebaliknya, banyak negara yang tidak mempunyai laut atau lautnya
sangat sedikit. Jika Indonesia ingin menjadi poros maritim dunia, terlebih
dahulu Indonesia harus berupaya menjadi negara maritim. Untuk menjadi Negara
maritim, menurut Hasjim Djalal, Indonesia harus mampu mengelola dan
memanfaatkan kekayaan dan ruang lautnya, antara lain: mengenal berbagai jenis
laut Indonesia dengan berbagai ketentuannya; mengenal dan menghormati hak-hak
internasional atas perairan Indonesia; mampu menghapus praktik ilegal dan
mencegah segala macam bentuk pelanggaran hukum di wilayah perairan Indonesia
dan juga di daerah kewenangannya; mampu menetapkan dan mengelola perbatasan
maritim dengan Negara tetangga dan menjaga keamanannya; mampu menjaga
keselamatan pelayaran yang melalui perairan Indonesia; mampu memanfaatkan
kekayaan alam dan ruang di luar perairan Indonesia seperti di laut bebas dan di
dasar laut internasional. Singkatnya, negara maritime Indonesia selain harus
mampu memanfaatkan semua unsur kelautan di sekelilingnya untuk kesejahteraan
rakyat dan kemajuan bangsa, juga harus mampu menghadirkan kekuatan keamanan
laut yang memadai, semacam sea and
coast guard, guna menjaga keamanan perairan Indonesia dari berbagai
tindak pelanggaran hukum.
FILOSOFIS PEMERINTAHAN DAERAH
Penerapan otonomi daerah ditujukan untuk
mendekatkan proses pengambilan keputusan kepada kelompok masyarakat yang paling
bawah, dengan memperhatikan ciri khas budaya dan lingkungan setempat, sehingga
kebijakan public dapat lebih diterima dan produktif dalam memenuhi kebutuhan
serta rasa keadilan masyarakat akar rumput, itulah idealnya aktualisasi dari
otonomi daerah. Sebagaimana UU No.22/1999 tentang Daerah, yang lebih popular
disebut UU Otonomi Daerah/Otda pada tahun 2001, dan telah diperbaharui dengan UU
No.32/2004 dan diperbaharui dengan UU NO.23 NO 2014. UU ini merupakan tonggak
baru dalam sistem pemerintahan Indonesia.
UU Ototnomi Daerah ini terlahir dari pandangan
bahwa negara Indonesia (NKRI) yang mempunyai wilayah (kepulauan) sangat luas,
lautan lebih luas dari daratan. Mustahil dikelola dengan baik melalui system
pemerintahan yang sentralistik. Karena itu, diperlukan desentralisasi
kekuasaan.
Melihat
dari segi filosofis topik ini, maka penulis menyimpulkan urgensi dari
pengelolaan zona maritim oleh pemerintah daerah. Keberadaan Indonesia yang secara geografis
terletak diantara 2 samudera merupakan potensi yang dapat digunakan bangsa
ini. Konsep negara maritim, mampu
memanfaatkan laut, mempunyai kemampuan teknologi, ilmu pengetahuan, peralatan,
dan lain-lain untuk mengelola dan memanfaatkan laut tersebut, baik ruangnya
maupun kekayaan alamnya dan letaknya yang strategis. Pembagian kewenangan
dengan pemerintah daerah mengenai pengelolaan zona maritim ditujukan untuk
mendekatkan proses pengambilan keputusan kepada kelompok masyarakat yang paling
bawah, dengan memperhatikan ciri khas budaya dan lingkungan setempat, sehingga
kebijakan publik dapat lebih diterima dan produktif dalam memenuhi kebutuhan
serta rasa keadilan masyarakat.
Penguatan dan pengembangan
kemampuan pertahanan-keamanan nasional di laut, khususnya di wilayah
perbatasan. Memakmurkan kehidupan masyarakat di seluruh wilayah perbatasan
Indonesia melalui berbagai kegiatan pembangunan yang efisien, berkelanjutan dan
berkeadilan atas dasar potensi sumberdaya dan budaya lokal serta aspek
pemasaran.
Saat ini, ada beberapa kementerian dan lembaga yang menangani scktor
kelautan kerap diwarnai tumpang tindih dan tarik-menarik kcpentingan.
Egoscktoral Lintas pcmerintah mcndominasi, sedang infrastruktur kelautan tidak
cukup untuk mengimbangi sektor lain sehingga laut semakin tcrtinggal. Upaya
mendorong tata kelola dan pembangunan kelautan harus dinilai dari keberpihakan
anggaran. Alokasi APBN dan alokasi APBD harus menambahkan indikator luas
lautan. Selama ini tolak ukur alokasi anggaran mengacu pada luas daratan,
jumlah penduduk, dan kontribusi ekonomi. Pertimbangan ekonomi kelautan selama
ini sudah tercantum dalam rancangan (draf) UU Kelautan. Kemudian untuk
mendukung visi Presiden Joko Widodo dibutuhkan pembangunan di bidang maritim
yang sesuai dengan kemampuan lingkungan daerah masing-masing. Yang mana akan
lebih baik jika pemda yang mengelola zona maritim.
Penulis setuju dengan pengelolaan zona maritim
oleh pemerintah daerah, mengingat efektifitas dan efisiensi keuangan negara dan
kinerja sdm terkait. Pemberian kewenangan bagi pemerintah daerah dalam rangka
pengembangan sumber daya manusia yang dapat berkompeten dalam bidang
kemaritiman agar sesuai dengan budaya masyarakat lokal masing-masing daerah.
Serta pengembangan teknologi yang dapat disesuaikan dengan kemampuan lingkungan
daerah terkait, mengingat pemerintah daerah lebih memahami kebutuhan daerah
terkait dan pengaturannya yang lebih sesuai.
Pemerintah Pusat memberikan kewenangan kepada
Pemerintah Daerah untuk mengelola Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan
daerahnya secara lebih efektif, efisien dan partisipatif. Khususnya dalam
bidang maritim, yang baru aja dicanangkan oleh Presiden Jokowi terkait
Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Dalam penggalian potensi zona maritim tetap
dibutuhkan peranan dari pemerintahan pusat dan juga daerah. Peran pemerintah
puat adalah untuk menjaga pertahanan dan kemanan wilayah laut. Pengelolaan zona maritim, dalam bidang
pengankutan, pelayaran, dermaga, sumber daya air, dan perikanan, dapat dikelola
oleh pemerintah daerah. Sebagai mana yang terdapat pada pasal 27 ayat 2 UU
No.23 / 2014 tentang pemda. Kewenangan Daerah provinsi untuk mengelola sumber
daya alam di laut meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan
kekayaan laut di luar minyak dan gas bumi.
Dengan desentralisasi, diharapkan jarak antara
rakyat dengan pembuat kebijakan menjadi lebih dekat, baik secara politik maupun
geografis, sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan yang dihasilkan akan sesuai
dengan hajat hidup rakyat. Artinya, pemerintah daerah yang pastinya lebih
mengetahui kelemahan dan keunggulan daerahnya, baik dari sisi SDM dan SDA, dan
pemerintah pusat diharapkan dapat membuat kebijakan-kebijakan yang lebih
efektif guna memakmurkan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar