Senin, 15 Juni 2015

Pengelolaan Zona Maritim oleh Pemerintahan Daerah


Oleh: Wahyudi Prawiro Utomo

Pengelolaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti proses, cara, perbuatan mengelola dengan menggerakkan tenaga orang lain dan merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi.  Serta memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. zona adalah daerah dengan pembatasan khusus atau kawasan. Dalam Doktrin TNI AL yang diterbitkan tahun 2001, kata maritim diartikan berkenaan dengan laut atau berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan' Pengertian yang lebih luas, selain menyangkut sumber-sumber daya intern laut juga menyangkut faktor ekstern laut yaitu pelayaran, perdagangan, lingkungan pantai dan pelabuhan serta faktor strategis lainnya.

Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Laut adalah ruang perairan di muka bumi yang menghubungkan daratan dengan daratan dan bentuk-bentuk alamiah lainnya, yang merupakan kesatuan geografis dan ekologis beserta segenap unsur terkait, dan yang batas dan sistemnya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.  Kelautan adalah hal yang berhubungan dengan Laut dan/atau kegiatan di wilayah Laut yang meliputi dasar Laut dan tanah di bawahnya, kolom air dan permukaan Laut, termasuk wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Pengelolaan zona maritim merupakan urusan pemerintah yang dibagi denga urusan pemerintah daerah dengan desentralisasi. Kemudian pengertian maritim sendiri berdasarkan KBBI merupkan hal yang berkaitan dengan pelayaran dan perdagangan di laut. Berdasarkan Undang-Undang No.  23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan urusan kelautan dan perikanan merupakan urusan pemerintah pilihan yang menjadi tugas pilihan pemda berkenaan dengan keadaan geografis daerah yang bersangkutan. Berkaitan pula dengan politik luar negeri, pertahanan,dan keamananyang termasuk dalam urusan pemerintahan absolut (oleh pusat). Penentuan batas wilayah laut indonesia dengan negara tetangga merupakan bidang politik luar negeri yang diurus oleh pusat. Pertahanan dan kemanan wilayah laut indonesia juga diurus oleh pemerintah pusat. Namun untuk urusan pengelolaan zona maritim yang termasuk didalamnya  angkutan, pelabuhan, galangan kapal dsb  (Chandra Motik ) dan perikanan dikelola oleh pemerintah daerah. Namun dalam pelaksanaannya terdapat batasan-batasan tertentu, seperti jarak dan hasil usaha.
Untuk mengetahui lebih jelasnya, kita perlu memahami makna filosofis dari topik ini.

FILOSOFIS MARITIM
Historis negara kepulauan
Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan jaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.

Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas.

Negara maritim

Pakar Hukum Laut Hasjim Djalal mengemukakan bahwa negara maritime tidak sama dengan negara kepulauan. Negara maritim adalah negara yang mampu memanfaatkan laut, walaupun negara tersebut mungkin tidak punya banyak laut, tetapi mempunyai kemampuan teknologi, ilmu pengetahuan, peralatan, dan lain-lain untuk mengelola dan memanfaatkan laut tersebut, baik ruangnya maupun kekayaan alamnya dan letaknya yang strategis. Oleh karena itu, banyak negara kepulauan atau negara pulau yang tidak atau belum menjadi negara maritime karena belum mampu memanfaatkan laut yang sudah berada di dalam kekuasaannya. Sebaliknya, banyak negara yang tidak mempunyai laut atau lautnya sangat sedikit. Jika Indonesia ingin menjadi poros maritim dunia, terlebih dahulu Indonesia harus berupaya menjadi negara maritim. Untuk menjadi Negara maritim, menurut Hasjim Djalal, Indonesia harus mampu mengelola dan memanfaatkan kekayaan dan ruang lautnya, antara lain: mengenal berbagai jenis laut Indonesia dengan berbagai ketentuannya; mengenal dan menghormati hak-hak internasional atas perairan Indonesia; mampu menghapus praktik ilegal dan mencegah segala macam bentuk pelanggaran hukum di wilayah perairan Indonesia dan juga di daerah kewenangannya; mampu menetapkan dan mengelola perbatasan maritim dengan Negara tetangga dan menjaga keamanannya; mampu menjaga keselamatan pelayaran yang melalui perairan Indonesia; mampu memanfaatkan kekayaan alam dan ruang di luar perairan Indonesia seperti di laut bebas dan di dasar laut internasional. Singkatnya, negara maritime Indonesia selain harus mampu memanfaatkan semua unsur kelautan di sekelilingnya untuk kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa, juga harus mampu menghadirkan kekuatan keamanan laut yang memadai, semacam sea and  coast guard, guna menjaga keamanan perairan Indonesia dari berbagai tindak pelanggaran hukum.

FILOSOFIS PEMERINTAHAN DAERAH

Penerapan otonomi daerah ditujukan untuk mendekatkan proses pengambilan keputusan kepada kelompok masyarakat yang paling bawah, dengan memperhatikan ciri khas budaya dan lingkungan setempat, sehingga kebijakan public dapat lebih diterima dan produktif dalam memenuhi kebutuhan serta rasa keadilan masyarakat akar rumput, itulah idealnya aktualisasi dari otonomi daerah. Sebagaimana UU No.22/1999 tentang Daerah, yang lebih popular disebut UU Otonomi Daerah/Otda pada tahun 2001, dan telah diperbaharui dengan UU No.32/2004 dan diperbaharui dengan UU NO.23 NO 2014. UU ini merupakan tonggak baru dalam sistem pemerintahan Indonesia.

UU Ototnomi Daerah ini terlahir dari pandangan bahwa negara Indonesia (NKRI) yang mempunyai wilayah (kepulauan) sangat luas, lautan lebih luas dari daratan. Mustahil dikelola dengan baik melalui system pemerintahan yang sentralistik. Karena itu, diperlukan desentralisasi kekuasaan.

Melihat dari segi filosofis topik ini, maka penulis menyimpulkan urgensi dari pengelolaan zona maritim oleh pemerintah daerah.  Keberadaan Indonesia yang secara geografis terletak diantara 2 samudera merupakan potensi yang dapat digunakan bangsa ini.  Konsep negara maritim, mampu memanfaatkan laut, mempunyai kemampuan teknologi, ilmu pengetahuan, peralatan, dan lain-lain untuk mengelola dan memanfaatkan laut tersebut, baik ruangnya maupun kekayaan alamnya dan letaknya yang strategis. Pembagian kewenangan dengan pemerintah daerah mengenai pengelolaan zona maritim ditujukan untuk mendekatkan proses pengambilan keputusan kepada kelompok masyarakat yang paling bawah, dengan memperhatikan ciri khas budaya dan lingkungan setempat, sehingga kebijakan publik dapat lebih diterima dan produktif dalam memenuhi kebutuhan serta rasa keadilan masyarakat.

Penguatan dan pengembangan kemampuan pertahanan-keamanan nasional di laut, khususnya di wilayah perbatasan. Memakmurkan kehidupan masyarakat di seluruh wilayah perbatasan Indonesia melalui berbagai kegiatan pembangunan yang efisien, berkelanjutan dan berkeadilan atas dasar potensi sumberdaya dan budaya lokal serta aspek pemasaran.
Saat ini, ada beberapa kementerian dan lembaga yang menangani scktor kelautan kerap diwarnai tumpang tindih dan tarik-menarik kcpentingan. Egoscktoral Lintas pcmerintah mcndominasi, sedang infrastruktur kelautan tidak cukup untuk mengimbangi sektor lain sehingga laut semakin tcrtinggal. Upaya mendorong tata kelola dan pembangunan kelautan harus dinilai dari keberpihakan anggaran. Alokasi APBN dan alokasi APBD harus menambahkan indikator luas lautan. Selama ini tolak ukur alokasi anggaran mengacu pada luas daratan, jumlah penduduk, dan kontribusi ekonomi. Pertimbangan ekonomi kelautan selama ini sudah tercantum dalam rancangan (draf) UU Kelautan. Kemudian untuk mendukung visi Presiden Joko Widodo dibutuhkan pembangunan di bidang maritim yang sesuai dengan kemampuan lingkungan daerah masing-masing. Yang mana akan lebih baik jika pemda yang mengelola zona maritim.

Penulis setuju dengan pengelolaan zona maritim oleh pemerintah daerah, mengingat efektifitas dan efisiensi keuangan negara dan kinerja sdm terkait. Pemberian kewenangan bagi pemerintah daerah dalam rangka pengembangan sumber daya manusia yang dapat berkompeten dalam bidang kemaritiman agar sesuai dengan budaya masyarakat lokal masing-masing daerah. Serta pengembangan teknologi yang dapat disesuaikan dengan kemampuan lingkungan daerah terkait, mengingat pemerintah daerah lebih memahami kebutuhan daerah terkait dan pengaturannya yang lebih sesuai.

Pemerintah Pusat memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mengelola Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan daerahnya secara lebih efektif, efisien dan partisipatif. Khususnya dalam bidang maritim, yang baru aja dicanangkan oleh Presiden Jokowi terkait Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Dalam penggalian potensi zona maritim tetap dibutuhkan peranan dari pemerintahan pusat dan juga daerah. Peran pemerintah puat adalah untuk menjaga pertahanan dan kemanan wilayah laut.  Pengelolaan zona maritim, dalam bidang pengankutan, pelayaran, dermaga, sumber daya air, dan perikanan, dapat dikelola oleh pemerintah daerah. Sebagai mana yang terdapat pada pasal 27 ayat 2 UU No.23 / 2014 tentang pemda. Kewenangan Daerah provinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di luar minyak dan gas bumi.

Dengan desentralisasi, diharapkan jarak antara rakyat dengan pembuat kebijakan menjadi lebih dekat, baik secara politik maupun geografis, sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan yang dihasilkan akan sesuai dengan hajat hidup rakyat. Artinya, pemerintah daerah yang pastinya lebih mengetahui kelemahan dan keunggulan daerahnya, baik dari sisi SDM dan SDA, dan pemerintah pusat diharapkan dapat membuat kebijakan-kebijakan yang lebih efektif guna memakmurkan masyarakat.

Tidak ada komentar: