Rabu, 06 Desember 2017

Akibat Hukum Suatu Perjanjian Perkawinan yang Tidak Disahkan Oleh Pegawai Pencatat Perkawinan

Oleh : Eva Pratiwi Aditya

Semasa hidup,manusia mengalami peristiwa hukum yang sangat penting yaitu kelahiran,perkawinan,dan kematian. Manusia dalam hidupnya perlu melaksanakan perkawinan karena manusia sebagai makhluk hidup harus mengembangkan keturunannya.Pernikahan atau Perkawinan terjadi karena ada dorongan dari dalam diri setiap manusia untuk bersama dengan manusia lainnya. Merupakan suatu ikatan sakral sebagai penghubung antara seorang pria dan wanita dalam membentuk suatu keluarga atau membangun rumah tangga.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

UU No. 1 Tahun 1974, yang secara garis besarnya mengatur tentang: (1) dasar perkawinan; (2) syarat-syarat perkawinan; (3) pencegahan perkawinan; (4) batalnya perkawinan; (5) perjanjian perkawinan, (6) hak dan kewajiban suami isteri, (7) harta benda dalam perkawinan, (8) putusnya perkawinan serta akibatnya; (9) kedudukan anak; (10) hak dan kewajiban antara orang tua dan anak, (11) perwalian, (12) pembuktian asal usul anak; (13) perkawinan di luar Indonesia; dan (14) perkawinan campuran.

Apabila membahas masalah harta dalam perkawinan, maka pada dasarnya harta yang didapat selama perkawinan menjadi harta bersama. Sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 36 Undang-Undang Nomor 1Tahun1974 tentang perkawinan membahas mengenai harta perkawinan, yang berbunyi bahwa:
(1)Harta benda yang diperoleh selamaperkawinan menjadi harta bersama
(2)Harta bawaan dari masing-masing suamidan istri dan harta benda yang diperolehmasing-masing sebagai hadiah atau warisan,adalah di bawah penguasaan masing-masingsepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Jika seorang yang hendak kawin mempunyai benda-benda yang berharga atau mengharapkan akan memperoleh kekayaan,misalnya suatu warisan maka adakalanya diadakan perjanjian perkawinan. Pada pasal 29 ayat 1 dengan jelas disebutkan bahwa perjanjian perkawinan harus dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan.Hal  tersebut juga diatur pada pasal 147 BW yang menyebutkan bahwa perjanjian perkawinan haruslah dibuat dengan akte notaris dan harus dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan.Mengenai bentuk dan isi perjanjian tersebut sebagaiman halnya dengan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya,kepada kedua belah pihak diberikan kemerdekaan seluas-luasnya dengan ketentuan  tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.

Menurut Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak memberikan pengertian yang jelas dan tegas tentang perjanjian perkawinan termasuk tentang isi dari perjanjian perkawinan. Hanya pada Pasal 29 ayat (2) diterangkan tentang batasan yang tidak boleh dilanggar dalam membuat perjanjian perkawinan yaitu yang berbunyi: Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan.Tidak adanya pengertian yang jelas tentang perjanjian perkawinan maka di antara para ahli terdapat juga perbedaan dalam memberikan pengertian tentang perjanjian perkawinan. Berikut beberapa pengertian perjanjian perkawinan menurut beberapa ahli, salah satunya Salim HS memberikan pengertian bahwa perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang dibuat oleh calon pasangan suami-istri sebelum atau pada saat perkawinan di langsungkan untuk mengatur akibat perkawinan terhadap harta kekayaan mereka.

Pasal 149 Kitab Undang-undang Hukum Perdata secara tegas menyatakan bahwa setelah perkawinan berlangsung, perjanjian perkawinan dengan cara bagaimanapun tidak boleh diubah. Hal ini berbeda dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dimana di dalam pasal 29 ayat (4) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dinyatakan bahwa perjanjian perkawinan tidak dapat dirubah kecuali ada persetujuan kedua belah pihak dan tidak merugikan pihak ketiga. Asas tidak dapat diubahnya perjanjian kawin ini berkaitan dengan sistem harta benda perkawinan yang dipilih oleh suami istri pada saat berlangsungnya perkawinan yang menyadarkan pada pokoknya akan kekhawatiran, bahwa semasa perkawinan sang suami dapat memaksa istri untuk mengadakan perubahan yang tidak diinginkan oleh istrinya.

Pada dasarnya larangan untuk merubah perjanjian kawin ialah untuk melindungi kepentingan pihak ketiga yaitu mencegah timbulnya kerugian dari kemunginan terjadinya penyalahgunaan oleh suami dan istri, yang sengaja dilakukan untuk menghindarkan diri dari tanggung jawab. Namun berdasarkan asas lex specialis derogat lex generalis maka yang digunakan menjadi dasar hukum untuk perubahan perjanjian perkawinan ialah Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Apabila suatu perjanjian tidak dikategorikan sebagai commercial contract, maka dapat dikatakan perjanjian tersebut tidak mempunyai akibat hukum dan karenanya para pihak yang membuatnya tidak terikat (not to be legally bound). Domestic contract lebih mengarah pada hubungan-hubungan pribadi (the subject matter) daripada hubungan hukum diantara para pihak yang membuatnya. Hal terpenting adalah perjanjian perkawinan tidak dapat dikategorikan sebagai kontrak komersial (commercial contract). Oleh karena itu, apabila dalam pelaksanaan perjanjian perkawinan terdapat pelanggaran yang dilakukan salah satu pihak, maka pihak yang merasa dirugikan tidak dapat melakukan gugatan atas dasar wanprestasi.

Pasal 149 KUHPerdata mengatur dengan tegas bahwa “Setelah Perkawinan berlangsung, Perjanjian Perkawinan dengan cara bagaimanapun, tidak boleh diubah”. Bunyi pasal tersebut berarti menurut ketentuan yang terdapat dalam KUHPerdata, pasangan suami-istri yang membuat Perjanjian Perkawinan tidak diijinkan atau dilarang untuk melakukan perubahan terhadap isi Perjanjian Perkawinan tersebut setelah perkawinan mereka berlangsung. Apabila para pihak dalam Perjanjian Perkawinan ingin melakukan perubahan atas isi Perjanjian Perkawinannya, maka segala perubahan yang dikehendaki harus dilakukan sebelum perkawinan berlangsung dan perubahan-perubahan tersebut harus dituangkan dalam bentuk akta dan tidak diperkenankan untuk menuangkan perubahan tersebut dalam bentuk lainnya.

Pengaturan mengenai larangan perubahan Perjanjian Perkawinan yang terdapat dalam Pasal 149 KUHPerdata berbeda dengan pengaturan yang terdapat dalam Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa: “Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada perjanjian untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga”. Hal ini berarti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan masih memberikan peluang bagi pasangan suami-istri sebagai para pihak dalam Perjanjian.

Perkawinan untuk melakukan perubahan terhadap isi dari Perjanjian Perkawinan yang mereka buat bahkan setelah berlangsungnya perkawinan. Perubahan yang dibuat oleh para pihak dapat dilakukan apabila sebelumnya telah diperjanjikan terlebih dahulu dan perubahan yang akan dibuat nantinya tidak akan merugikan pihak ketiga yang terkait dalam Perjanjian Perkawinan tersebut. Apabila perubahan yang dilakukan membawa kerugian bagi para pihak maupun pihak ketiga maka Perjanjian Perkawinan tersebut dapat dibatalkan atau bahkan dapat dinyatakan batal demi hukum.

Perjanjian perkawinan harus mendapat pengesahan dari Pegawai Pencatat Perkawinan sebagai salah satu syarat sahnya.Akibat hukum perjanjian perkawinan yang tidak mendapat pengesahan dari Pegawai Pencatat Perkawinan adalah batal (nieteg van rechtwege), perjanjian perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum, sehingga berlakulah prinsip kedudukan harta benda dalam perkawinan (pasal 35 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974). Dengan demikian berarti terjadilah “pemisahan harta” atau kebersamaan harta benda hanya terbatas pada harta bersama yaitu harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung yang bukan berasal dari hadiah/hibah atau warisan. Prinsip kedudukan harta perkawinan inilah yang sangat berbeda dengan kedudukan harta kekayaan menurut KUHPerdata.

Perjanjian Perkawinan atau perjanjian pranikah (prenuptial agreement) dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan suatu perjanjian mengenai harta benda suami istri selama perkawinan mereka, yang menyimpang dari asas atau pola yang ditetapkan oleh Undang – Undang.

Berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatatan Perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut, berarti perjanjian itu harus diadakan sebelum dilangsungkannya perkawinan. Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan apabila melanggar batas – batas hukum, agama dan kesusilaan (pasal 29 ayat (2)) serta dalam pasal 29 ayat (3) menyebutkan bahwa perjanjian perkawinan tersebut mulai berlaku sejak perkawinan berlangsung.
                               
Sumber:
Kitab undang-undang hukum perdata (KUHPerdata )
UU no 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan
Prawirohamidjojo,Soetojo dan Wasis Safioedin.1973.Hukum Orang Dan Keluarga.Bandung:Penerbit Alumni.
SH,Salim.2002.Hukum Pertdata Tertulis (BW).Yogyakarta:Sinar Grafika.

Subekti.1983.Pokok-Pokok Hukum Perdata.Jakarta:PT Intermasa.

Selasa, 28 November 2017

SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA






Oleh:  Bodro Aji Negoro  


SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA!! 

Itulah slogan yang pasti kita sering dengar di lingkungan atay bahkan media sehari hari, Tapi apakah generasi era milinium saat ini paham dengan dasar negara sendiri sedangkan Amerika sebagai blok barat dan komunis sebagai blok timur lebih di gandrungi oleh banyak negara di dunia. Lalu apakah pancasila lebih baik dari Declaration of Independence nya amerika atau manifesto komunisnya soviet waktu dulu? 

Bertrand Russel membagi dunia menjadi dua yang saling berlomba meluaskan pengaruh dengan ancaman-ancaman perang nuklir yang mengerikan. Lord Bertrand Russel menganjurkan kepada kedua Negarawan itu agar belajar hidup berdampingan secara damai dan menjauhkan penggunaan kekerasan dalam menyebarkan ideologi Thomas Jefferson serta Karl Marx. Surat itu dijawab oleh P.M. Kruschev dan oleh Presiden Eisenhower melalui almarhum Menlu John Forter Duller.Jawaban kedua Negarawan itu berikut tanggapan Lord Russel dimuat dalam New Statesman .

Surat Filsuf Inggris itu menjadi salah satu sebab mengapa Presiden Soekarno atas nama Bangsa Indonesia melontarkan Ideologi Pancasila ke pergaulan Internasional.  “Pardon Me Lord RusseI."Kata beliau di depan sidang umum PBB pada tanggal 30 September 1960, “Maafkan Lord Russel,akan tetapi Saya kira Tuan melupakan suatu.Saya kira tuan melupakan adanya lebih dari seribu juta rakyat,rakyat Asia dan Afrika dan mungkin pula rakyat-rakyat Amerika Latin,yang tidak menganut ajaran Manifesto Komunis ataupun Declaration of Independence Sebulan sebelumnya dalam amanat Jakarta 17 Agustus 1960,Presiden Soekarno sudah menjelaskan hubungan Pancasila,Declaration of Independence,dan Manifesto Komunis.

Declaration of Independence lahir pada tahun 1776,Manifesto Komunis pada tahun 1848,Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945. Dalam pidato itu Presiden berkata,“Pancasila adalah lebih memenuhi kebutuhan manusia,lebih menyelamatkan manusia daripada Declaration of Independence-nya Amerika atau Manifesto Komunis.Pancasila adalah suatu pengangkatan ke taraf yang lebih tinggi suatu hogere optrekking daripada Declaration of Independence dan Manifesto Komunis.” Apa yang ditulis dalam Declaration of Independence dan apa yang ditulis dalam Manifesto Komunis dan Pancasila?

Declaration of Independence menuntut “life,liberty,and the pursuit of happiness”,yaitu “hak hidup,hak kebebasan,dan hak mengejar kebahagiaan bagi semua manusia”.Padahal pursuit of happiness (pengejaran kebahagiaan) belum berarti reality of happiness (kenyataan kebahagiaan).
Dan Manifesto Komunis menulis bahwa jikalau Kaum Proletar di seluruh dunia bersatu padu dan menghancurkan kapitalisme,Mereka takkan kehilangan barang lain daripada rantai belenggunya sendiri,dan sebaliknya akan memperoleh satu dunia ya Pancasila
1.Ketuhanan yang maha esa
2.Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.Persatuan Indonesia
4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

 Lalu manakah yang lebih baik?  Kita bangsa Indonesia melihat bahwa Declaration of Independence itu tidak mengandung keadilan sosial atau sosialisme dan kita melihat bahwa Manifesto Komunis itu masih harus di sublimir (dipertinggi jiwanya) dengan Ke-Tuhanan yang Maha Esa. Hampir dua ratus tahun Declaration of Independence itu dicetuskan oleh penanya Thomas Jefferson. Hampir seratus tahun yang lalu,Manifesto Komunis dicetuskan oleh genialiteitnya Karl Marx dan Friedrich Engels. 

Kedua-duanya adalah amat berharga bagi pembebasan nasional di zaman itu atau pembebasan progresif bagi zamannya masing-masing. Kedua-duanya adalah amat berharga bagi pembebasan nasional di zaman itu atau pembebasan proletar di zaman itu. Tetapi kita sekarang sudah berada di bagian kedua dari abad ke-20.Dengan Declaration of Independence saja dan Manifesto Komunis saja,maka kenyataannya sekarang ialah,bahwa dunia manusia sekarang terpecah belah menjadi dua blok yang intai-mengintai satu sama lain. “Lir angkasa kang hangemu dahana” sebagai juga digambarkan oleh Bertrand Russel tempo hari.Karena itulah maka Kita Bangsa Indonesia merasa bangga mempunyai Pancasila dan menganjurkan Pancasila itu kepada semua bangsa.

Pancasila adalah satu dasar yang universal,satu dasar yang dapat dipakai semua bangsa,satu dasar yang menjamin kesejahteraan dunia,perdamaian dunia,persaudaraan dunia.Pancasila tidak salah lagi,adalah satu hogere optekking daripada Declaration of Independence dan Manifesto Komunis. Dan Manifesto Politik Republik Indonesia dan USDEK adalah refleksi daripada Pancasila itu,sehingga benarlah konklusi Dewan Pertimbangan Agung,bahwa Revolusi Indonesia bukanlah revolusi borjuis model tahun 1789 di Prancis dan bukan pula revolusi proletar model tahun 1917 di Rusia. Revolusi Indonesia adalah satu Revolusi yang dasar dan tujuannya “konggruen dengan Social Consejence of Man”,konggruen dengan Budi Nurani Manusia.

Sumber: Resapkan dan Amalkan Pancasila,kumpulan buah pikiran Dr.H.Roeslan Abdulgani,diterbitkan oleh Yayasan Prapanca Jakarta

Saya Indonesia Saya pancasila!



Senin, 27 November 2017

Mengenal Lembaga Keuangan di Indonesia


Oleh : Hendi Kurnia

Lembaga keuangan sudah sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia, karena kegiatan kredit sudah sangat biasa dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam setiap sendi kehidupan masyarakat. Lembaga keuangan dalam arti luas adalah sebagai perantara dari pihak yg mempunyai kelebihan (surplus of funds) dengan pihak yang kekurangan dana (lock of funds) sehingga peranan dari lembaga keuangan yang sebenarnya, yaitu sebagai perantara keuangan masyarakat (financial intermediacy).

Dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menggunakan istilah lembaga jasa kuangan bukan lembaga keuangan. Pengertian lembaga jasa keuangan dinyatakan dalam pasal 1 angka 4, yaitu lembaga yang melaksanakan kegitan di sektor perbankan, pasar modal, dana pension, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Dari pengertian lembaga keuangan diatas, dapatkita klasifikasikan pada dua jenis lembaga, yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank.

1.      Lembaga Keuangan Bukan Bank
Lembaga Keuangan Bukan Bank tidak memiliki cara-cara penghimpunan dana yang selengkap Bank, namun pada pokoknya Lembaga Keuangan Bukan Bank mempunyai kegiatan utama yang tidak jauh berbeda dengan Bank. Secara umum kegiatan utama Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali pada masyarakat.

Sekarang pengetian lembaga keuangan bukan bank (LKBB) dapat kita temukan dalam pasal 1 angka 4 Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1998 tentang Lembaga Pembiayaan, yaitu:
“Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan di bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkan ke dalam masyarakat guna membiayai investasi perusahaan-perusahaan.”

Dari pengertian di atas maka kita pahami bahwa lembaga keuangan bukan bank (LKBB) melakukan kegiatannya dengan dana yang bersifat jangka panjang dan berasal dari surat berharga yang dikeluarkannya dan tidak diperkenankanmenerima simpanan, baik dalam bentuk giro, deposito, maupun tabungan sehingga lembaga tersebut banyak berkaitan dengan pasar uang dan pasar modal. Penyaluran dana yg dimiliki ditujuan kepada masyarakat terutama sebagai sumber dana investasi, dalam rangka investasi ini hanya diperkenankan dilakukan di dalam negeri.

Melihat dari segi usaha pokok yang dilakukan oleh lembaga keuangan bukan bank (LKBB), maka kita mengenal dua sektor utama yang digelutinya, yaitu:

a.    Sektor pembiayaan pembangunan berupa pemberian kredit jangka menengah atau jangka panjang juga dapat berupa penyertaan modal.

b.      Usaha ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang-bidang tertentu.
Apabila kita melihat darisektor usaha pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam bidang-bidang tertentu yang digelutinya, jenis kelompok LKBB, diantaranya meliputi:

1.)    Perusahaan asuransi
Pengertian Asuransi menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang pasal 246 adalah “Suatu perjanjian, dengan mana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin terjadi karena suatu peristiwa tertentu” Asuransi pada prinsipnya dapat dikatakan sebagai mekanisme proteksi atau perlindungan dari resiko kerugian keuangan, sedangkan pada tingkat kehidupan keluarga atau rumah tangga, asuransi juga dibutuhkan untuk mengurangi permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila salah satu anggota keluarga menghadapi resiko kerugian.

2.)    Penyelenggaraan dana pensiun
Dana Pensiunan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992, adalah Badan Hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun bagi pesertanya. Defenisi tersebut memberi pengertian bahwa dana pensiun merupakan suatu lembaga mengelola program pensiun yang dimaksudkan untuk memberikan kesejahteraan kepada karyawan suatu perusahaan yang telah pensiun.

3.)    Leasing  
Leasing merupakan suatu kata atau istilah bahasa asing yang masuk kedalam bahasa Indonesia. Secara umum Leasing dapat diartikan suatu penyediaan barang-barang modal dengan imbalan pembayaran sewa untuk jangka waktu tertentu. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 Tanggal 21 November 1991, Leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Leasing dengan Hak Opsi (Financial Lease) maupun Leasing tanpa Hak Opsi atau Sewa Guna Usaha Biasa (Operating Lease) untuk digunakan oleh Lesse (perusahaan yang mengajukan permohonan leasing) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala

4.)    Gadai
Pengertian gadai sangat erat hubungnnya dengan lembaga jaminan. Seorang kreditur akan memerlukan jaminan yaitu pihak yang memberikan pinjaman sekaligus menerima barang jaminan. Gadai munurut KUH Perdata pasal 1150, “Sesuatu hak yang diperoleh sesorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak.” Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seseorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo.

Selain yang diatasa masih banyak LKBB lainnya seperti: holding company, perusahaan keuangan perusahaan memberikan potongan/diskonto, dan perusahaan pemutar kredit.

Kondisi perizinan dan pengawasan LKBB atau sering disebut juga Lembaga Jasa Keuangan Bukan Bank (LJKBB) sekarang ini beralih ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Sebelumnya perizinan dan pengawasan dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modan dan Lembaga keuangan (Bapepam-LK).


2.      Lembaga Keuangan Bank
Bank sudah merupakan mitra dalam rangka memenuhi semua kebutuhan keuangan manusia. Bank dijadikan tempat sebagai tempat untuk melakukan berbagai transaksi yang berhubungan dengan uang seperti tempat mengamankan uang, melakukan investasi, pengiriman uang melakukan pembayaran atau melakukan penagihan. Peranan bank sangat mempengaruhi kegiatan ekonomi suatu negara. Oleh karena itu, kemajuan suatu bank di suatu negara dapat pula dijadikan ukuran kemajuan negara yang bersangkutan.

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang dimaksud bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Jenis bank menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 terdiri dari:

a.       Bank Umum
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariat yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Kegiatan bank umum meliputi sebagai berikut:
1.)    Menghimpun dana (finding)
Kegiatan menghimpun dana merupakan kegiatan membeli dana dari masyarkat. Kegiatan membeli dana dapat dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis simpanan, seperti: simpanan giro, simpanan tabungan, dan simpanan deposito. Simpanan sering disebut dengan nama rekening atau account
2.)    Menyalurkan Dana (lending)
Menyalurkan dana merupakan kegiatan menjual kegiatan menjual dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat. Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank dilakkukan melalui pemberian oinjaman yang dalam masyarakat lebih dikenal kredit. Kredit yang diberikan bank terdiri dari berbagai jenis, yaitu: kredit investasi, kredit modal kerja, kredit perdagangan, kredit produktif, kredit konsumtif, dan kredit profesi
3.)    Memberikan jasa-jasa bank lainnya (services)
Jasa-jasa bank lainnya merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana. Dalam praktiknya jasa-jasa bank yang ditawarkan meliputi: kiriman uang (transfer), kliring (clearing), inkaso (collection), safe deposite box, bank card (kartu kredit), bank notes, bank garansi, bank draft, letter of credit, cek wisata, menerima setoran-setoran, melayani pembayaran-pembayaran, bermain di pasar modal, dan jasa-jasa lainnya.
b.      Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran.

Dalam praktinknya kegiatan BPR adalah sebagai berikut:

1.)    Menghimpun dana hanya dalam bentuk: simpanan tabungan, dan simpanan deposito

2.)    Menyalurkan dana dalam bentuk: kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit perdagangan.
Jadi, dari pemaparan diatas bisa simpulkan bahwa terdapat 2 jenis lembaga keuangan yang ada di Indonesia yaitu Lembaga Keuangan Bank (LKB) dan Lembaga Keungan Bukan Bank (LKBB). Untuk mengetahui perbedannya secara sederhana adalah Lembaga keuangan bank (disebut bank saja) merupakan lembaga keuangan yang paling lengkap kegiatannya yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman serta melaksanakan kegiatan jasa keuangan lainnya, sedangkan Lembaga keuangan bukan bank (disebut lembaga keuangan lainnya) kegiatannya difokuskan pada salah satu kegiatan keuangan saja. semoga sekilas penjelasan mengenai lembaga keuangan ini, dapat membantu kawan-kawan dalam memahami lembaga keuangan di Indonesia.

DASAR HUKUM:

1.      KUHD
2.      KUHPerdata
3.      UU No. 10 Tahun 1998 tentang perabankan
4.      UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
5.      Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1998 tentang Lembaga Pembiayaan
6.      UU No. 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun
7.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 Tanggal 21 November 1991 Tentang Leasing

SUMBER:
1.      Drs. Muhammad Djumhana, S.H. 2012. Hukum Perbankan di Indonesia. PT Citra Aditya Bakti: Bandung

2.      Dr. Kasmir, S.E., M.M. 2014. Dasar-Dasar Perbankan. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta

Jumat, 24 November 2017

Review Kelas Penelitian 1 Mempelejari penelitian hukum normatif dalam studi kasus “Memperhatikan Hak-hak narapidana menurut Undang-undang no 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan”

   

Oleh : Bodro Aji


Pada tanggal 4 november 2017 pukul 10:00 WIB diruang 15 Justitia 1 telah terlaksana kelas penelitian 1 dengan jenis penelitian hukum normatif dimana kelas penelitian normatif merupakan penelitian mengkaji studi dokumen, yakni menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, kelas Penelitian 1 merupakan input dari penelitian sehingga kawan-kawan peserta kelas penelitian 1 dapat mendapatkan materi berupa Penelitian Hukum Normatif dan Studi Kasus Hak-hak Narapidana pada saat kelas penelitian 1 berlangsung. Pemateri Kelas Penelitian 1 dari staf peneliltian Nixon sinaga yang membahas hak hak narapidana dan Arizzal Faturahman selaku DPL LKHS yang membahas penelitian hukum normatif. Kegiatan kelas penelitian 1  dihadiri oleh anggota LKHS dari beberapa angkatan dan penggurus lkhs, Kegiatan ini menimbulkan peserta yang hadir antusias untuk membedah materi yang dibahas.

Pemateri pembuka pada saat kelas penelitian 1, dibuka oleh kawan Arizzal Faturahman selaku DPL LKHS yang membahas Penjelasan Penelitian Hukum Normatif, yaitu berupa :

A.Penjelasan Penelitian
Suatu cara untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu,
dengan cara rasional, empiris, serta sistematis.
Rasional = masuk akal, terjangkau oleh pikiran manusia
Empiris = dapat diamati oleh indera manusia, berakar dari filsafat realisme
Aristoteles, idealism Palto, dikembangkan filsuf Islam Ibnu Sina tentang
“Tabula Rasa”
Sistematis = Menggunakan cara-cara tertentu

B. Teori kebenaran dalam Penelitian
1. Kebenaran Korespondensi
   Suatu Pernyataan adalah benar bila dan hanya bila yang dikatakannya sesuai denganrealitas. Pelenilitian dalam teori kebenaran Korespondesi melakukan verifikasi hipotesis melalui data empiris atau kasatmata.

2. Kebenaran Koherensi
 Suatu pernyataan atau putusan benar atau salah berkaitan apakah keduanya sesuai atau tidak dengan system proposisi atau pernyataan. Fungsi penelitian, melakukan kesesuaianantara sesuatu yang hendak di telaah dengan nilai/ketetapan/aturan yang dijadikan prinsip.

3. Teori Kebenaran Pragmatis
Kebenaran di verifikasi dan di konfirmasi oleh hasil penuangan yang dimiliki oleh seseorang ke dalam praktik. Fungsi penelitian, menemukan sesuatu yang efektif dan bermanfaat dalam menuangkan gagasan, meminggirkan masalah nilai

C. Pendekatan dalam penilitian hukum
•Pendekatan Perundang-undangan (Statute Aprroach) 
Mengacu kepada hierarki dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan. Statute = legislasi dan regulasi, beschikking/decree tidak dapat digunakan dalam peraturan perundag-undangan.

•Pendekatan Kasus (Case Aprroach)
Memahami ratio decendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuksampai kepada putusan. Fakta-fakta yang perlu dipahami berupa orang, tempat, waktu, dansegara yang menyertainya. 

•Pendekatan Historis (Historical Approach)
Merupakan pelacakan sejarah Lembaga hukum dari waktu ke waktu, berguna untukmemahami perubahan dan perkembangan filosofi yang melandasi aturan hukum tersebut.

Pendekatan Perbandingan (Comparative Aprroach)
Melakukan perbandingan hukum suatu negara lain, hukum dari suatu waktu, ataumembandingkan suatu putusan pengadilan dalam masalah yang sama. Bermanfaat untukpenyikapan latar belakang terjadinya ketentuan hukum, untuk selanjutnya digunakan dalam membuat produk hukum.

•Pendakatan Konseptual (Case Aprroach)
Sarana alternative ketika tidak adanyan suatu pengertian dalam aturan hukum yang sedang diteliti. Mengacu kepada doktrin para sarjana, atau konsepsi suatu subjek tertentu.  

Setelah pemamparan penjelasan penelitian hukum normatif dibawakan oleh kawan Arrizal fatur selaku DPL, giliran kawan Nixon selaku staf div penelitian yang akan mengaitkan terkait penelitian normatif dengan studi kasus yang dibawakan yaitu, “ hak-Hak Narapidana menurut Undang-undang no 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan”. Materi tersebut dikorelasikan dengan Jurnal Ilmiah Universitas Islam Indonesia dengan judul “  Meninjau Hak Narapadina di Lapas kelas II A Yogyakarta”   

  Seyogyanya, Nixon menyampaikan materi berupa :
A. Didalam Undang-undang no 12 tahun 1995 terdapat Hak-hak Narapidana yaitu berupa
1.       Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaanya.
2.       Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani.
3.       Mendapat pendidikan dan pengajaran.
4.       Mendapat pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.
5.       Menyampaikan keluhan.
6.       Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang.
7.       Mendapat upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan.
8.       Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu lainnya.
9.       Mendapatkan pengurangan masa pidana atau remisi.
10.   Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga.
11.    Mendapat pembebasan bersyarat.

Seharusnya ( Das Sollen ) narapidana mendapatkan Hak-hak nya sesuai yang tertuang pada Undang-undang no 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, Kawan nixon memaparkan terkait studi kasus dengan Jurnal Ilmiah pada Lapas II A Yogyakarta mendapatkan kesimpulan pada saat kelas penelitian 1 yaitu :
1. Terkait analisis pada pembahasan tiap tiap hak-hak narapidana yang telah diatur oleh Undang-undang no 12 Tahun 1995 sudah sesuai dengan senyatanya hak-hak narapidana pada Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogykarta.

Dari kelas penilitian 1 dapat ditarik di kesimpulan bahwa betapa pentingnya materi penelitian hukum
di lingkungan fakultas hukum untuk mendukung secara studi dokumen, teori hukum beserta menemukan dan meng-efektifkan suatu peraturan perundang-undang pada senyatanya.


Rabu, 22 November 2017

Pentingnya Indepedensi KY dalam Lembaga Peradilan

Oleh : Robbyasyah abdullah

    Komisi Yudisial dibentuk berbeda dengan kedua lembaga tinggi negara dalam kekuasaan kehakiman karena lembaga ini bertindak bukan sebagai pemutus dalam sebuah perkara layaknya MA/MK, fokus utama lembaga ini  adalah fungsi pengawasan eksternal dari kekuasaan kehakiman itu sendiri dengan pengharapan terwujudnya kekuasaan kehakiman yang merdeka , independent dan impartiaal judiciary.
    Hadirnya Komisi Yudisial berawal dari cara pandang kekuasaan kehakiman khususnya berbicara tentang indepedensi kekuasaan kehakiman dalam peradilan, dan hal  ini juga membicarakan tentang indepedensi terhadap tata laksana tentang hakim itu sendiri ketika membicarakan kekuasaan kehakiman setidaknya ada dua makna didalamnya yaitu :
1.      Kekuasan yang mengawasi pelaksanaan undang-undang yang dijalankan eksekutif.
2.      Mengawasi pelaksanaan Undang-undang secara luas, yng tidak hanya lembaga tetapi juga dijalankan oleh indivdu.
Oleh karenanya indepedensi kekuasaan kehakiman di haruskan jelas dalam pelaksanaanya dan Sudikno Mertokusumo mengatakan dalam keterkaitanya indepedensi hakim :Kemandirian Kekuasan kehakiman merupakan asas yang universal hal ini dimakanai bahwa dalam peradilan hakim itu pada dasarnya bebas, untuk mengadili dan memeriksa suatu perkara dan bebas dari campur tangan kekuasaan ekstra yudisial. Hakim bebas dengan caranya sendiri mengadili atau memeriksa dalam suatu peradilan. Namun ada pengecualian jika itu dari alasan hakim itu sendiri bersangkutan dan ada pihak diluar eksta yudisial yangg boleh mencampuri jalanya sidang di pengadilan.
KY dibentuk untuk memverifikasi MA dari pengalaman yang kurang baik selama ini untuk menjaga indepedensi maka sesuaai dengn amanah Undang- undang KY diberikan wewenang utuk melakukan seleksi pengangkatan hakim serta ada fungsi pengawasan dari keselurhan hakim,bahkan hakim agung dan hakim konstitusi.
Dalam proses Amandemen UUD 45, MPR sepakat bahwa harus ada pengawasan eksternal untu melakukan pengawasan terhadap kekuasaan kehakiman untuk menjaga netralitas, martabat dan perilaku hakim,karena pengawasan tidak bisa diserahkan kepada lembaga tinggi negara yang syarat  dengan kepentingan politik dialamnya. Perlu adanya sebuah lembaga yang dipilih oleh DPR dan disahkan oleh Presiden selaku kepala negara yang disalamnya anggotanya memiliki integritas yang diakui oleh seluruhnya. Perlu adanya Komisi yang terlepas dar syarat kepentingan politik agar meningkatkan kualitas prduk putusan hakim dan terhindar dari peyimpangan yang dilakukan oleh para hakim itu sendiri.
Hasil kewenangan yang diberikan kepada komisi ini bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam penentuan karir dar para hakim termasuk pemberian hukuman entah dari penurunan pangkat seorang hakim atau pemberhentian dalam bentuk rekomendasi, maka hal-hal yang didalamnya arus diatur dalam sebuah konstitusi.
Uniknya ada yang mengusulkan yaitu I Gede Palguna  bahwa KY seharusnya bukan hanya di pusat karena fugsi dan pengaruh yang luarbiasa KY harusnya ada didalam daerah (tingkat provinsi maupun kab/kota).

Secara  histors  kehadiran KY dibentuk atas tingginya ketidak percayaan MA. Lemahnya Indepedensi MA atas pengaruh eksekutif ataupun pengaruh praktik korupsi yang ada didalamnya membawa impilikasi atas dibentuknya KY. Mengurangi ketergantungan terhadap eksekutif dengan cara mengidenpedensi proses pengagkatan hakim agung dan penguatan pengawasan sebagai cara menghilankan praktik koruptif dalam tubuh MA.

Sabtu, 18 November 2017

Memahami Persekusi dan Eigenrichting

Atas hak moral penulis, nama penulis tidak dicantumkan.


Akhir akhir ini di medsos ramai dibicarakan tentang video sepasang kekasih yang diarak dan ditelanjangi oleh warga cikupa, Tangerang karena dituduh melakukan perbuatan mesum, kemudian banyak media massa yang membahas hal tersebut dan megatakan hal tersebut sebagai “persekusi”, dan ada juga yang berpendapat bahwa itu adalah “ Eigenrichting” atau main hakim sendiri. Namun apa arti sebenarnya persekusi itu? apakah persekusi dengan eigenrichting itu sama? kemudian bagaimana pengaturan hukumnya di Indonesia? disini saya akan mencoba menjelaskan beberapa persoalan diatas berdasarkan pemahaman saya.

Pengertian persekusi dalam KBBI adalah pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas. Dalam pengertian ini memang terlihat sama dengan tindakan main hakim sendiri, dimana tindakan main hakim sendiri berdasarkan pengertian di wikipedia bahasa indonesia adalah istilah bagi tindakan untuk menghukum suatu pihak tanpa melewati proses yang sesuai hukum dan ini diakuan terhadap tindakan umun yang tertangkap basah melakukan kejahatan. Namun arti sebenarnya dari persekusi tidaklah sesimpel itu, menurut Damar Junarto (anggota organisasi anti persekusi dari Safanet) dalam konferensi press bersama YLBHI serta koalisi anti persekusi di kantr YLBHI, Jakarta, Kamis (1/6), mengatakan bahwa “Persekusi adalah tindakan memburu seseorang atau golongan tertentu yang dilakukan suatu pihak secara sewenang-wenang dan sistematis juga luas”. Sistematis berarti tindakan yang dikatakan sebagai pesekusi ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu tahap pertama adalah penentuan target, dalam tahap ini terdiri atas ajakan mengumpulkan massa, mendatanya serta usaha untuk memviralkan target. Tahap kedua adalah tahap memburu target dengan melakukan mobilisasi dan kordinasi massa di lapangan. Tahap selanjutnya adalah upaya untuk melakukan permintaan maaf tertulis secara paksa diatas materai dan diviralkan lagi melalui foto atau video. Kemudian tahap terakhir adalah tahap kriminalisasi target yang telah ditangkap dan dibawa ke polisi untuk ditahan. Persekusi ini ditujukan untuk mendiskriminassi atas  daras ras, agama, politik.

Melihat pembahasan diatas maka persekusi dengan main hakim sendiri (eigenrichting) memilki persamaan hakekat, yaitu untuk melakukan suatu perbuatan atas suatu perbuatan dengan kekuatan sendiri tanpa melalui proses hukum. Namun berbeda secara perbuatannya dimana persekusi dilakukan seara sistematis dan ditujukan untuk mendrikiminasi  karena latar belakang ras,agama dan atau politik. Melihat dari aksi warga cikupa yang mengarak serta menelanjangi sepasang kekasih yang dituduh melakukan mesum jelaslah tidak termasuk kedalam arti persekusi yang sebenarnya, melainkan tindakan main hakim sendiri (eigenrichting). Kemudian setelah kita tahu bahwa persekusi itu berbeda dengan main hakim sendiri, maka akan dibahas selanjutnya tentang pengaturan hukum atas persekusi itu. Berdasarkan data yang saya perooleh maka persekusi diatur dalam UU no 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dari pengertian yang saya jelaskan diatas maka persekusi termasuk kedalam kejahatan kemanusiaan diatur dalam pasal 9 huruf (h) “penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional” dan tergolong sebagai peanggaran HAM berat (pasal 7 huruf (b) UU no 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM. oleh karena itu persekusi jelas tidak diperbolehkan.

Kemudian untuk tindakan main hakim sendiri dapat diancam pidana, karena melihat Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum, sehingga apapun yang dilakukan warga negara Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku. Ketentuan ini juga mempunyai konsekuensi terhadap peradilan pidana kita, dimana KUHAP kita sekarang menganut asas praduga tak bersalah, yang mana tiap orang wajib di duga tak bersalah sampai dibuktikan sebaliknya di pengadilan atas putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap atau Inkracth van Gewijsde sehingga tindakan-tindakan main hakim sendiri adalah melawan hukum karena tiap orang dianggap tak bersalah kecuali putusan mengatakan sebaliknya. Oleh karena tindakan main hakim sendiri dilarang di Indonesia dan dapat diancam pidana dengan menggunakan beberapa pasal dalam KUHP, seperti pasal 170 tentang pengeroyokan, pasal 282 ayat (1) tindak kesusialaan disepan hukum, pasal penganiayaan (351 s/d 358), pasal 333 tentang perampasan kemerdekaan seseorang, pasal  368 tentang pengancaman, dll sesuai tindakan main hakim sendiri yang diakukan.

Dengan penjelasan diatas maka sekarang kita tahu bahwa “Persekusi” berbeda dengan “main hakim sendiri” baik dari perbuatannya sampai dengan pengaturan hukumnya memiliki perbedaan, oleh karena itu saya mengharapkan kepada kawan pembaca agar tidak keliru lagi dalam memberikan nama terhadap suatu kasus, apakah itu “persekusi” atau itu adalah “main hakim sendiri”. Demikian yang bisa saya jelaskan semoga bermanfaat, apabila terdapat kesalahan atau kekuranagan silahkan ditambahkan.
Terima kasih.