Sabtu, 23 November 2013


Perlunya Pendidikan Politik
 Oleh : Putri Mayasari 

( Sekertaris II Lembaga Kajian Hukum dan Sosial FH unsoed )

Pendidikan Politik Awal Untuk Menciptakan Kehidupan Pemerintahan Yang Baik

      Beberapa bulan ini Lembaga Yudikatif kita yaitu Mahkamah Konstitusi yang merupakan tempat pengaduan perkara hukum di tingkat terakhir dan tertinggi ini sedang dihadapkan pada permasalah korupsi. Korupsi yang dilakukan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi kita yaitu Akil Mochtar, yang mana dia belum lama ini pernah menjadi pembicara dalam seminar nasional yang diadakan BEM FH Unsoed.

      Yang akan saya soroti disini adalah peristiwa terakhir sebelum saya menulis ini yaitu bahwa gedung MK diobrak-abrik oleh peserta sidang. Ya bisa dibilang ini memang perbuatan yang dilakukan oleh orang yang tak beretika. Hal tersebut juga dirasa sudah menciderai badan yang terhormat ini yaitu MK. Apabila saya memposisikan diri saya sebagai seorang yang duduk dalam lembaga ini maka saya akan merasa sangat tersinggung saat peserta sidang tidak menghormati persidangan yang ada, bahkan sampai membuat kekacauan dan kerusakan. Bisa dibilang istilahnya wibawa saya ini seakan-akan sudah diinjak-injak juga. Kemudian yang menjadi pertanyaan saya, apa salah lembaga saya ini,padahal yang melalukan kejahatan adalah oknum bukan lembaga dan seluruh isinya.

      Lalu kemudian apabila saya menjadi masyarakat, maka saya akan menjawab pertanyaan tersebut, ya kan yang melakukan kesalahan itu Ketua nya “lho”, yang merupakan representatif dari lembaga itu, ketuanya saja begitu, ya sudah lah rusak semua seisinya. Apa yang akan kita percayakan lagi padanya. Lalu apabila saya memposisikan diri saya sebagai pengamat politik, maka saya akan berkomentar bahwa “memang lembaganya itu tidak bisa dipersalahkan dan tindakan kekerasan di lembaga MK itu juga tidak lantas begitu saja dibenarkan”. Sebenarnya tindakan kekerasan muncul, kemungkinan besar timbul akibat lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut dan dengan keputusan lembaga tersebut. Adalah wajar, apabila sejak kejadian ditangkapnya ketua MK itu menimbulkan rasa curiga masyarakat terhadap segala instrumen yang ada di MK ini termasuk hakim -hakim yang lain. Ditakutkan hakim-hakim yang lain pun ikut terlibat.

      Apabila kita lihat, bahwa peristiwa perusakan gedung MK ini dipicu akibat putusan hakim konstitusi dalam sidang putusan Pemilukada ulang Provinsi Maluku. Dan pihak yang melakukan perusakan itu adalah pihak yang dikalahkan dalam berperkara. Dan jika kita telusuri lagi bahwa perkara yang banyak ditangani MK adalah masalah Pemilihan Umum, terbukti dengan beberapa putusan akhir-akhir ini yaitu putusan nomor: 92/PHPU.D-XI/2013 dengan pokok perkara “Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Maluku Tahun 2013”; Nomor 115/PHPU.D-XI/2013 dengan pokok perkara “Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Tangerang Tahun 2013”, dan masih banyak keputusan perselisihan hasil pemilu yang lainnya.

      Pemilihan Kepala Daerah yang mana PILKADA ini merupakan cara yang sejauh ini paling cocok untuk merepresentasikan kedemokratisan bangsa Indonesia dalam memilih wakilnya, bagi masyaratak dan daerahnya yang melakukan Pemilihan Kepala Daerah dengan cara Demokratis. Namun kenapa, justru PILKADA ini banyak diperkarakan bahkan sampai ke MK. Nah, disinilah pokok permasalahan yang sebenarnya, kalau saya boleh berpendapat bahwa kebanyakan orang Indonesia dapat dikatakan “tidak SIAP dan LEGAWA untuk menerima kekalahan”, terbukti bahwa yang melaporkan perkara pemilu ini adalah pihak-pihak yang merasa dikalahkan” dalam Pemilu ataupun pihak yang merasa kurang puas dengan hasil pemilu.

      Nah disinilah pendidikan politik itu sangat diperlukan. Pendidikan yang memberikan pengetahuan tentang bagaimana cara berpolitik yang baik dan bermartabat. Pendidikan yang sebenarnya bukan saja perlu untuk orang-orang partai saja, akan tetapi juga diperlukan bagi semua kalangan termasuk peserta pemilu itu sendiri. Seperti apakah berpolitik yang baik dan bermatabat itu? Inilah yang menjadi PR kita bersama sebagai akademisi untuk lebih merumuskannya, sehingga diharapakan nantinya perjalanan proses perpolitikan di Indonesia ini dapat berjalan dengan baik, bersih dan bermartabat, tanpa adanya black campaign dan money politik yang akhirnya memancing pihak lain untuk ikut melakukan hal yang tercela tersebut. Pendidikan yang juga memberikan pemahaman bagaimana untuk menjadi pendukung atau suporter yang budiman, yang benar-benar mendukung bukan karena iming-iming uang, tetapi karena merasa sejalan dengan visi-misi dan rancangan program-progam yang akan dilaksanakan pemerintahan kelak yang mana dapat merangkul semua kepentingan rakyatnya. Dan siap menerima kekalahan apabila mayoritas rakyat belum siap memilihnya, dengan tanpa melakukan kekerasan dan demo yang berlebihan.

      Apabila pendidikan politik ini benar-benar diterapkan maka yang harus dilakukan adalah mempercayakan semuanya kepada Tuhan dan lembaga yang berwenang untuk mengawasi proses politik ini.

Dan yang jelas, dan Tuhan kita pun telah menggariskan segalanya dengan seimbang, dimana dalam sebuah kehidupan ini ada yang namanya kekalahan dan kemenangan, tergantung bagaimana masing-masing kita menginterpretasikannya. Begitu pun dalam proses perpolitikan ini khususnya dalam ajang Pemilihan Umum, sudah barang tentu ada pihak yang kalah dan ada pihak yang menang, (ya kurang lebihnya seperi itu, karena saya belum bisa menggunakan kata-kata yang lebih tepat), apabila tidak ada pihak yang kalah maka saya rasa yang dikatakan demokrasi ini kemungkinan belum dapat terwujud, karena jika seperti itu kemungkinan juga yang ada hanyalah calon tunggal, -hal yang pernah terjadi jaman Orde Baru-, namun akan sulit terualang kembali pada masa sekarang, dimana masyarakat sekarang sudah memiliki lebih beraneka ragam kepentingan.

Apabila pendidikan dilaksanakan dengan baik, maka tak menutup kemungkinan pasti akan  tercipta sebuah proses politik yang baik,bersih dan bermatabat pula. Dan out-put nya pun pemerintahan kita juga akan dijalankan oleh orang-orang yang terpercaya dan benar-benar pilihan rakyat yang nantinya pun akan mendedikasikan dirinya untuk seluruh rakyatnya, dan dapat menciptakan ketentuan hukum untuk melindungi kepentingan rakyat.


Dan akhir kata dengan mengutip perkataan Pak Komari saat kuliah hukum dan sispol yaitu
“Hukum tanpa politik itu akan lumpuh” dan;
“Politik tanpa Hukum itu juga akan menimbulkan kekerasan”


Kamis, 21 November 2013



WTO Mengancam Kedaulatan Negara[1]
Oleh Divisi Diskusi[2]

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO, World Trade Organization) adalah organisasi yang mengatur mengenai perdagangan di dunia.WTO didirikan  untuk menggantikan GATT, karena  GATT ini bukan merupakan organisasi hanya kesepakatan-kesepakatan negara-negara saja. Sehingga pada saat itu dengan kebutuhan akan perdagangan internasional yang sebanarnya banyak diinginkan oleh negera-negara kapitalis ini sempat membentuk ITO (international Trade Organization) namun tidak terwujud yang akhirnya berdiri lah WTO ini, yang kemudian diratifikasi oleh indonesia setahun setelah didirikannya melalui UU Nomor 7 Tahun 1994.
WTO ini berdiri atas dorongan dari negara – negara kapitalis karena dengan adanya organisasi perdagangan dunia menjadikan produk – produk mereka dapat masuk ke negara-negera yang ada di dunia dengan akses yang mudah. Hal ini yang menjadikan negera yang berkembang sulit untuk bersaing karena negara berkembang tidak mempunyai kemampuan baik secara produk maupun teknologi yang mampuni.
Dalam WTO juga memiliki prinsip – prinsip yang salah satunya adalah prinsip nondiskriminasi maksudnya tidak ada perbedaan perlakuan terhadap produk dalam negeri dengan produk luar negeri.
Banyak perkara atau konflik yang dialami WTO, banyak yang tidak setuju dengan adanya WTO dan lain sebagainya, karena dianggapnya WTO hanyalah melemahkan kedaulatan negara dan daya saing antara produk dalam negeri dengan produk luar negeri. Menurut Prof. Dr. Ade Maman Suherman, WTO tidak sekedar organisasi internasional biasa, karena ia merupakan kendaraan politik, ekonomi, dan ideologi yang dikembangkan dalam kegiatan perdagangan internasional. Dari kegiatan perdagangan dapat dijadikan sebagai alat untuk menyebarkan ideologi tertentu.
Sekarang kita lihat pada produk yang dihasilkan oleh negara berkembang dengan keterbatasan teknologinya seperti Indonesia hanya berupa hasil pertanian dan pertambangan, yang dimana hasil tersebut di ekspor tapi jangan salah bahwa sebenarnya produk tersebut bahan bakunya saja masih impor.  Inilah yang menjadikan WTO sebagai ancaman bagi kedaulatan negara.
Pada media Online Tempo.co yang dipublikasikan jumat, 15 Februari 2013, pukul 20:11 WIB indonesia Didesak Keluar dari WTO,  keikusertaan dalam WTO membuat Indonesia banyak membuat perjanjian perdagangan dengan negara lain. Perjanjian ini menjadi kesempatan bagi negara lain untuk mengintervensi kedaulatan Indonesia. WTO telah menempatkan Indonesia pada posisi lemah hingga tidak berdaulat berhadapan dengan bangsa-bangsa di dunia.
Menurut Prof. Dr. Ade Maman Suherman pada diskusi yang diselenggarakan LKHS pada tanggal 15 november 2013, di Kedai Telapak, keluar dari WTO bukan merupakan solusi yang baik, karena ketika kita sudah ketergantungan maka bisa saja kita masuk kembali ke WTO, seperti hal nya PBB kita pernah keluar dari organisasi tersebut lalu masuk kembali.
Solusi lainnya tidak hanya keluar dari WTO tapi WTO itu harus di bubarkan. Namun tidak hanya bisa membubarkan karena pembubaran tersebut tidak menjamin indonesia akan bebas dari terancamnya kedaulatan negara tapi indonesia harus mampu membangun kedaulatannya.



[1] Merupakan hasil dari DIOBRAS (diskusi obrolan santai) yang diselenggarakan pada tanggal 15 november 2013 pukul 19.30 WIB di Kedai Telapak Purwokerto Utara
[2]Divisi Diskusi Lembaga Kajian Hukum dan Sosial