Atas hak moral penulis, nama penulis tidak dicantumkan.
Akhir akhir ini di medsos ramai
dibicarakan tentang video sepasang kekasih yang diarak dan ditelanjangi oleh
warga cikupa, Tangerang karena dituduh melakukan perbuatan mesum, kemudian
banyak media massa yang membahas hal tersebut dan megatakan hal tersebut
sebagai “persekusi”, dan ada juga yang berpendapat bahwa itu adalah “ Eigenrichting”
atau main hakim sendiri. Namun apa arti sebenarnya persekusi itu? apakah persekusi
dengan eigenrichting itu sama? kemudian bagaimana pengaturan hukumnya di Indonesia?
disini saya akan mencoba menjelaskan beberapa persoalan diatas berdasarkan
pemahaman saya.
Pengertian persekusi dalam KBBI adalah pemburuan
sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah,
atau ditumpas. Dalam pengertian ini memang terlihat sama dengan tindakan main
hakim sendiri, dimana tindakan main hakim sendiri berdasarkan pengertian di
wikipedia bahasa indonesia adalah istilah bagi tindakan untuk menghukum suatu
pihak tanpa melewati proses yang sesuai hukum dan ini diakuan terhadap tindakan
umun yang tertangkap basah melakukan kejahatan. Namun arti sebenarnya dari
persekusi tidaklah sesimpel itu, menurut Damar Junarto (anggota organisasi anti
persekusi dari Safanet) dalam konferensi press bersama YLBHI serta koalisi anti
persekusi di kantr YLBHI, Jakarta, Kamis (1/6), mengatakan bahwa “Persekusi
adalah tindakan memburu seseorang atau golongan tertentu yang dilakukan suatu
pihak secara sewenang-wenang dan sistematis juga luas”. Sistematis berarti
tindakan yang dikatakan sebagai pesekusi ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu
tahap pertama adalah penentuan target, dalam tahap ini terdiri atas ajakan mengumpulkan
massa, mendatanya serta usaha untuk memviralkan target. Tahap kedua adalah
tahap memburu target dengan melakukan mobilisasi dan kordinasi massa di
lapangan. Tahap selanjutnya adalah upaya untuk melakukan permintaan maaf
tertulis secara paksa diatas materai dan diviralkan lagi melalui foto atau
video. Kemudian tahap terakhir adalah tahap kriminalisasi target yang telah
ditangkap dan dibawa ke polisi untuk ditahan. Persekusi ini ditujukan untuk
mendiskriminassi atas daras ras, agama,
politik.
Melihat
pembahasan diatas maka persekusi dengan main hakim sendiri (eigenrichting)
memilki persamaan hakekat, yaitu untuk melakukan suatu perbuatan atas suatu
perbuatan dengan kekuatan sendiri tanpa melalui proses hukum. Namun berbeda
secara perbuatannya dimana persekusi dilakukan seara sistematis dan ditujukan
untuk mendrikiminasi karena latar
belakang ras,agama dan atau politik. Melihat dari aksi warga cikupa yang
mengarak serta menelanjangi sepasang kekasih yang dituduh melakukan mesum
jelaslah tidak termasuk kedalam arti persekusi yang sebenarnya, melainkan
tindakan main hakim sendiri (eigenrichting). Kemudian setelah kita tahu bahwa
persekusi itu berbeda dengan main hakim sendiri, maka akan dibahas selanjutnya
tentang pengaturan hukum atas persekusi itu. Berdasarkan data yang saya
perooleh maka persekusi diatur dalam UU no 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,
dari pengertian yang saya jelaskan diatas maka persekusi termasuk kedalam
kejahatan kemanusiaan diatur dalam pasal 9 huruf (h) “penganiayaan terhadap
suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik,
ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang
telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional” dan tergolong sebagai peanggaran HAM berat (pasal 7 huruf (b) UU
no 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM. oleh karena itu persekusi jelas tidak
diperbolehkan.
Kemudian untuk tindakan main hakim
sendiri dapat diancam pidana, karena melihat Pasal 1 ayat (3) UUD 1945
menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum, sehingga apapun yang dilakukan
warga negara Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku. Ketentuan ini juga
mempunyai konsekuensi terhadap peradilan pidana kita, dimana KUHAP kita
sekarang menganut asas praduga tak bersalah, yang mana tiap orang wajib di duga
tak bersalah sampai dibuktikan sebaliknya di pengadilan atas putusan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap atau Inkracth van Gewijsde sehingga
tindakan-tindakan main hakim sendiri adalah melawan hukum karena tiap orang
dianggap tak bersalah kecuali putusan mengatakan sebaliknya. Oleh karena
tindakan main hakim sendiri dilarang di Indonesia dan dapat diancam pidana
dengan menggunakan beberapa pasal dalam KUHP, seperti pasal 170 tentang
pengeroyokan, pasal 282 ayat (1) tindak kesusialaan disepan hukum, pasal
penganiayaan (351 s/d 358), pasal 333 tentang perampasan kemerdekaan seseorang,
pasal 368 tentang pengancaman, dll
sesuai tindakan main hakim sendiri yang diakukan.
Dengan penjelasan diatas maka sekarang
kita tahu bahwa “Persekusi” berbeda dengan “main hakim sendiri” baik dari
perbuatannya sampai dengan pengaturan hukumnya memiliki perbedaan, oleh karena
itu saya mengharapkan kepada kawan pembaca agar tidak keliru lagi dalam
memberikan nama terhadap suatu kasus, apakah itu “persekusi” atau itu adalah
“main hakim sendiri”. Demikian yang bisa saya jelaskan semoga bermanfaat,
apabila terdapat kesalahan atau kekuranagan silahkan ditambahkan.
Terima kasih.
Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar