“Setiap orang berhak
atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat “ merupakan ketentuan Undang-Undang Dasar
1945 pasal 28E,Berdasarkan kententuan dalam pasal 28E menyatakan Kebebasan
berekspresi termasuk kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak paling
mendasar dalam kehidupan bernegara dan menyampaikan pendapat adalah hak setiap
warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya
secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pada hari Senin (9/10/2017)
Aliansi Selamatkan slamet melakukan aksi damai yang bertujuan menolak proyek
Pembangkit Listrik Tenaga panas Bumi (PLTP) yang berada di Gunung Slamet,Sejatinya
pemerintah telah memberikan izin kepada PT SAE (PT Sejahtera Alam Energy) untuk
menggunakan hutan Gunung Slamet seluas 488.28 hektar sesuai dengan Izin Pinjam
Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) tahap eksplorasi nomor 20/1/IPPKH/PMA/2016,
walaupun sampai sekarang PT SAE baru melakukan ekplorasi Hutang di Gunung
Slamet tidak lebih dari 45 Hektar, ya seluas 44,999 hektar.
Pasalnya setelah melakukan dua kali aksi, sejauh ini
demonstran menilai belum ada titik terang penghentian pembangunan PLTP. Padahal
dampak negatif PLTP sudah sangat terasa mulai dari Sungai Prukut yang
berkali-kali alami keruh, mengalir bercampur lumpur sampai turunnya hewan liar
ke lahan-lahan warga sebab hutan lindung di Gunung Slamet telah dibabat.
Kronologis dari Aksi damai yang dilakukan Aliansi Selamatkan
Slamet pada hari senin mulai dari pagi Titik kumpul berada di IAIN Purwokerto
kemudian Longmarch ke kantor bupati banyumas,Masa Aksi Aliansi Selamet telah
tiba di depan pendopo pemerintah daerah banyumas. Seluruh aparat Kepolisian
Sudah Menunggu dengan barisan 150 orang.Bupati tidak kunjung datang menemui
Massa Aksi dengan dalil Bupati keluar kota sehingga memberikan Mandat kepada
perwakilannya untuk menemui Massa Aksi, Massa Aksi masih tetap semangat,
melakukan orasi ilmiah bertahan dilokasi dengan membuat Tenda Perjuangan sampai bertemu nya dengan Bupati Banyumas dan
terpenuhi Tuntutannya yaitu mencabut
izin pltp Gunung Selamet.
Penangung Jawab aksi damai Aliansi Selamet pada hari senin
adanya 3 Koordinator yang terdiri Kota,Desa dan Mahasiswa.Izin melakukan Aksi
Damai Selamatkan Selamet sudah di lakukan oleh Aliansi Selamet berupa Izin
surat pemberitahuan akan melakukan Aksi Damai kepada Polsek setempat,Pers, dan
Kantor Bupati , Hingga pukul 18:00 WIB. Massa Aksi belum menemui bupati
banyumas sehingga perwakilan Aliansi Selamet menemui Aparat Penegak hukum untuk
melakukan negosiasi namun pihak Aparat penegak hukum menolak melakukan
Negosiasi.
Pada Malam Hari Aliansi Selamet melakukan panggung budaya di
depan Kantor Bupati Banyumas, disisi lain panggung, puluhan polisi,satpol pp
dan brimob sedang bersiap untuk membubarkan panggung kebudayaan, Unit Pasukan
pemegang senjata gas air mata dan K-9(anjing yg dilatih oleh kepolisian ) sudah
bersiap mengusir massa Aksi, Tepat pukul 22:00 aparat Penegak hukum memberikan
peringatan terakhir kepada Massa Aksi untuk membubarkan diri .
Seketika di gaungkan Peringatan terakhir seluruh aparat
penegak hukum keluar dari kantor bupati banyumas membubarkan aksi damai secara
paksa dan menghancurkan tenda perjuangan Aliansi Selamet. Pihak Aparat Penegak
Hukum telah melanggar hak-hak kebebasan berpendapat dan melakukan tindakan
Represifitas terhadap Massa Aksi.
Selain itu, ada beberapa perekam tindakan represif tersebut
yang di intervensi dengan diperintahkan untuk menghapus dokumen rekaman video
bahkan ada beberapa ponsel yang disita oleh Aparat Penegak Hukum.
Bentuk Represifitas yang dilakukan oleh aparat penegak hukum
dengan :
1.Pemukulan Terhadap massa
2.Penendangan
3.Perampasan Kamera
4.Penangkapan Massa Aksi
Barang-barang yang dirusak dan diambil diataranya :
1.Hp 2(satu)
2.Motor 2 (satu)
3.Mobil Komando Kaca Pecah
4.Tenda Dihancurkan
5.Mega Phone 1 (satu)
6.Kaca Mata
Sejumlah Massa Aksi ditarik dan dipukuli kemudian dilakukan
penangkapan terhadap Massa Aksi berjumlah 24 orang yang hingga kini masih
ditahan sampai adanya Jaminan pembebasan penahanan dan 32 orang lainnya
dipukuli berdasarkan data dari tim Advokasi Aliansi Selamatkan Selamet.
“ya pada Aksi Damai Aliansi Selamet terdapat massa Aksi
terkena dampak Represeifitas dari Aparat Penegak Hukum berupa
Pemukulan,Penendangan dan Perampasan Kamera “ Ujar Farouq, kepala Redaksi Pro
justitia yang sedang bertugas meliput membenarkan peristiwa tersebut
Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (“UU 9/1998”)
“Demonstrasi merupakan salah satu bentuk penyampaian
pendapat di muka umum. Demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang
atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya di
muka umum yang dijamin oleh UUD 1945. Demonstrasi dibolehkan oleh hukum
sepanjang mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku “
Jenis
Demonstrasi Yang Dilarang
Meskipun demonstrasi diperbolehkan sebagai bentuk
penyampaian pendapat di muka umum, namun ada beberapa jenis demo yang dilarang,
beberapa di antaranya yaitu:
1. Demo yang Menyatakan Permusuhan, Kebencian atau
Penghinaan
Dilarang melakukan demo dengan cara:
a.menyatakan
permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan
rakyat Indonesia;
b.mengeluarkan
perasaan atau perbuatan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu
agama yang dianut di Indonesia;
c.menyiarkan,
mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum yang
mengandung pernyataan permusuhan, kebencian atau penghinaan di antara atau
terhadap golongan-golongan rakyat Indonesia;
d.lisan atau
tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana atau kekerasan terhadap
penguasa umum atau tidak menuruti ketentuan undang-undang maupun perintah
jabatan;
e.menyiarkan,
mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan yang menghasut supaya
melakukan perbuatan pidana, menentang penguasa umum dengan kekerasan
2. Demo di Lingkungan Istana Kepresidenan
Tak hanya di lingkungan istana Kepresidenan, aksi demo juga
dilarang dilakukan di tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan
udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek
vital nasional.[9]
3. Demo di Luar Waktu yang Ditentukan
Aksi demo hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu sebagai
berikut
a. di tempat terbuka antara pukul 06.00 s.d. pukul 18.00
waktu setempat.
b.di tempat tertutup antara pukul 06.00 s.d. pukul 22.00
waktu setempat.
4. Demo Tanpa Pemberitahuan Tertulis Kepada
Polri
Demo wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri oleh
yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok. Pemberitahuan
tersebut disampaikan selambat-lambatnya 3x24 jam sebelum kegiatan dimulai dan
telah diterima oleh Polri setempat.[11]
5. Demo yang Melibatkan Benda-Benda yang
Membahayakan
Peserta demo dilarang membawa benda-benda yang membahayakan.[12]
Selain itu, juga dilarang mengangkut benda-benda yang dapat menimbulkan ledakan
yang membahayakan jiwa dan/atau barang.
Negara menjamin memberikan perlindungan terhadap Massa Aksi
dan mendapat perlakuan yang sama dihadapan hukum, sebagaimana diatur Pasal
28D UUD 1945
"Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum”
Hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum
memang dilindungi oleh konstitusi, yakni dalam Pasal 28E UUD 1945. Lebih jauh
mengenai mekanisme pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum diatur dalam
UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (UU
9/1998).
Memang, dalam pelaksanaannya, penyampaian pendapat di muka
umum (demonstrasi) dapat menimbulkan kericuhan dan diperlukan adanya
pengamanan. Untuk itu, pemerintah memberikan amanat kepada Polri dalam Pasal 13
ayat (3) UU 9/1998 yakni dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum,
Polri bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan
ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Terkait pelaksanaan demonstrasi sebagai perwujudan
penyampaian pendapat di muka umum kemudian ditetapkan Peraturan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian
Pendapat di Muka Umum (Perkapolri 9/2008) sebagai pedoman dalam rangka
pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dan pedoman dalam rangka
pemberian standar pelayanan, pengamanan kegiatan dan penanganan perkara (dalam
penyampaian pendapat di muka umum, agar proses kemerdekaan penyampaian pendapat
dapat berjalan dengan baik dan tertib (Pasal 2 Perkapolri 9/2008).
Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh
warga negara (demonstrasi), aparatur pemerintah (dalam hal ini Polri)
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk (Pasal 13 Perkapolri 9/2008)
a.melindungi hak
asasi manusia
b.menghargai asas
legalitas
c.menghargai prinsip
praduga tidak bersalah, dan
d.menyelenggarakan
pengamanan.
Sehingga, dalam menangani perkara penyampaian pendapat di
muka umum harus selalu diperhatikan tindakan petugas yang dapat membedakan
antara pelaku yang anarkis dan peserta penyampaian pendapat di muka umum
lainnya yang tidak terlibat pelanggaran hukum (Pasal 23 ayat [1] Perkapolri 9/2008)
a.terhadap peserta yang taat hukum harus tetap
di berikan perlindungan hukum
b.terhadap pelaku
pelanggar hukum harus dilakukan tindakan tegas dan proporsional
c.terhadap pelaku yang anarkis dilakukan
tindakan tegas dan diupayakan menangkap pelaku dan berupaya menghentikan
tindakan anarkis dimaksud.
Melihat kondisi di lapangan pada saat terjadi demonstrasi,
memang kadangkala diperlukan adanya upaya paksa. Namun, ditentukan dalam Pasal
24 Perkapolri 9/2008 bahwa dalam menerapkan upaya paksa harus dihindari
terjadinya hal-hal yang kontra produktif, misalnya:
a.tindakan
aparat yang spontanitas dan emosional, misalnya mengejar pelaku, membalas
melempar pelaku, menangkap dengan kasar dengan menganiaya atau memukul;
b.keluar dari
ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perorangan;
c.tidak patuh
dan taat kepada perintah kepala satuan lapangan yang bertanggung jawab sesuai
tingkatannya;
d.tindakan
aparat yang melampaui kewenangannya;
e.tindakan
aparat yang melakukan kekerasan, penganiayaan, pelecehan, melanggar HAM;
f.melakukan
perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan;
Di samping itu, ada peraturan lain yang terkait dengan pengamanan demonstrasi ini yaitu Peraturan
Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (Protap Dalmas).
Aturan yang lazim disebut Protap itu tidak mengenal ada kondisi khusus yang
bisa dijadikan dasar aparat polisi melakukan tindakan represif. Dalam kondisi
apapun, Protap justru menegaskan bahwa anggota satuan dalmas dilarang bersikap
arogan dan terpancing perilaku massa. Protap juga jelas-jelas melarang anggota
satuan dalmas melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur.
Bahkan hal rinci, seperti mengucapkan kata-kata kotor, pelecehan seksual, atau
memaki-maki pengunjuk rasa pun dilarang.
Pasal 7 ayat (1) Protap Dalmas
Hal-hal yang dilarang dilakukan satuan dalmas:
1.bersikap
arogan dan terpancing oleh perilaku massa
2.melakukan
tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur
3.membawa
peralatan di luar peralatan dalmas
4.membawa
senjata tajam dan peluru tajam
5.keluar dari
ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perseorangan
6.mundur
membelakangi massa pengunjuk rasa
7.mengucapkan
kata-kata kotor, pelecehan seksual/perbuatan asusila, memaki-maki pengunjuk rasa
8.melakukan
perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan
Di samping larangan, Protap juga memuat kewajiban. Yang
ditempatkan paling atas adalah kewajiban menghormati HAM setiap pengunjuk rasa.
Tidak hanya itu, satuan dalmas juga diwajibkan untuk melayani dan mengamankan
pengunjuk rasa sesuai ketentuan, melindungi jiwa dan harta, tetap menjaga dan
mempertahankan situasi hingga unjuk rasa selesai, dan patuh pada atasan.
Pada prinsipnya, aparat yang bertugas mengamankan jalannya
demonstrasi tidak memiliki kewenangan untuk memukul demonstran.
Mengenai tongkat yang
dibawa oleh aparat, memang berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia No. 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara
Bertindak Dalam Penanggulangan Huru Hara (“Perkapolri 8/2010”)¸aparat
diperlengkapi antara lain dengan tameng sekat, tameng pelindung, tongkat lecut,
tongkat sodok, kedok gas, gas air mata, dan pelontar granat gas air mata.
Tongkat Lecut adalah tongkat rotan berwarna hitam dengan garis tengah 2 (dua)
cm dengan panjang 90 (sembilan puluh) cm yang dilengkapi dengan tali pengaman
pada bagian belakang tongkat, aman digunakan untuk melecut/memukul bagian tubuh
dengan ayunan satu tangan kecepatan sedang. Sedangkan tongkat sodok adalah
tongkat rotan berwarna hitam dengan garis tengah 3 (tiga) cm dengan panjang 200
(dua ratus) cm, aman digunakan untuk mendorong massa yang akan melawan petugas
(lihat Pasal 1 angka 14 dan 15 Perkapolri 8/2010).
Mengulas sedikit Aksi
Damai yang dilakukan Aliansi Selamet hingga pukul 18:00, kemudian perwakilan
Aliansi Selamet ingin melakukan Negosiasi terhadap Aparat Penegak Hukum tetapi
tidak mengindahkan nya. Sehingga Aliansi Selamet membuat suatu Panggung
Kebudayaan yang disi oleh TEATRIKAL,puisi dan musik . sudah tidak adanya unsur
Aksi/Demonstrasi pada malam hari namun adanya Panggung Kebudayaan.
Seharusnya(Das Sollen)
Apart penegak Hukum berkewajiban dan bertanggung jawab melindungi hak asasi
manusia,menyelenggarakan keaman dan perlindungan terhadap Massa Aksi,Senyatanya
(Das sien) Aparat Penegak Hukum melakukan tindakan represifitas dengan beberapa
bentuk seperti penendangan,pemukulan dan perampasan Kamera (Bukan Senjata
tajam) menurut (Pasal 13 Perkapolri
9/2008).
Massa Aksi yang melakukan Pelanggaran yang telah tertangkap
harus diperlakukan secara manusiawi (tidak boleh dianiaya, diseret, dilecehkan,
dan sebagainya) Pada senin malam hari Apart Penegak Hukum melakukan tindakan
represifitas sewenang2nya dengan memukul dan menyeret Massa Aksi
Jadi Pemukulan yang dilakukan oleh aparat yang bertugas
mengamankan jalannya demonstrasi adalah bentuk pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku terkait dengan hak warga negara untuk menyampaikan
pendapat di muka umum dan tidak sepatutnya Aparat Penegak Hukum melakukan
tindakan represifitas terhadap Massa Aksi .
Sumber
1.BEM UNSOED, Kronologis Aksi Damai Aliansi Selamet
2.Cah Unsoed , Kronologis Aksi Damai Aliansi Selamet
3.Faruq, Kepala Redaksi Pro Justitia
4.Tim Advokasi Aliansi Selamet
5.Sumber foto 1 , Postingan line Iqra
6.Sumber foto 2, Postingan Cah Unsoed
Dasar Hukum
1.Undang-Undang
Dasar 1945;
2.Undang-Undang
No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
3.Peraturan
Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa;
4.Peraturan
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian
Pendapat di Muka Umum;
5.Peraturan
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru Hara.