Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan
rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan diri sendiri
atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang
menderita, Korban diartikan bukan hanya sekedar korban yang menderita langsung,
akan tetapi korban tidak langsung pun juga
mengalami penderitaan yang
dapat diklarifikasikan sebagai korban suatu kejahatan tidaklah harus
berupa individu atau perorangan, tetapi bisa berupa kelompok orang, masyarakat
atau juga badan hukum.
Kedudukan korban tidak secara
eksplisit diatur dalam KUHAP, kecuali terhadap korban yang juga berkedudukan
sebagai saksi, sehingga ketentuan dan jaminan perlindungan diberikan kepada
korban yang juga menjadi saksi dalam setiap proses peradilan pidana.
Sementara itu, Undang-Undang Perlindungan
Saksi dan Korban mengatur perlindungan terhadap saksi dan/atau korban, baik itu
terhadap korban yang juga menjadi saksi, korban yang tidak menjadi saksi dan
juga anggota keluarganya. Sehingga, jaminan perlindungan terhadap korban tindak
pidana dan terutama terhadap korban pelanggaran HAM berat diatur sesuai
ketentuan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.
Adapun jaminan perlindungan
terhadap korban tindak pidana, dapat berupa perlindungan saksi, pemberian
bantuan, restitusi, dan kompensasi sebagaimana ketentuan peraturan
perundang-undangan sebagaimana telah disebut di atas.
Di Indonesia sendiri terdapat
lembaga yang mengatur tentang hak –hak saksi dan korban. LPSK (lembaga
perlindungan saksi dan korban) ini bertugas untuk membantu setiap hal yang dibutuhkan oleh korban dan Mengenai wewenang dari lembaga
perlindungan korban dan saksi.Dengan kelengkapan perangkat perundang – undangan
yang mengatur ruang lingkup perlindungan hak korban dan saksi beserta komisi
atau lembaga yang menjalankan fungsi untuk itu diharapkan perlindungan korban
dan saksi menjadi lebih baik. Mengingat pada kenyataannya kejahatan tidak
mungkin dapat dihilangkan dan hanya dapat dikurangi.
Pasal 1 butir 6 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2006
menyatakan bahwa
perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak
dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban
yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai ketentuan Undang
– Undang.
Bentuk perlindungan yang dapat diberikan Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (“LPSK”) kepada saksi dan korban tindak pidana,
sesuai ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9, dan Pasal 10 UU No. 13
Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (“UU 13/2006”).
Sesuai ketentuan Pasal 1 angka 3 UU 13/2006, LPSK adalah
lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak
lain kepada Saksi dan/atau Korban.
Bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan LPSK kepada saksi
dan korban dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Perlindungan
fisik dan psikis: Pengamanan dan pengawalan,penempatan di rumah aman, mendapat
identitas baru, bantuan medis dan pemberian kesaksian tanpa hadir langsung di
pengadilan, bantuan rehabilitasi psiko-sosial.
2. Perlindungan
hukum: Keringanan hukuman, dan saksi dan korban serta pelapor tidak dapat
dituntut secara hukum (Pasal 10 UU 13/2006).
3. Pemenuhan hak
prosedural saksi: Pendampingan, mendapat penerjemah, mendapat informasi
mengenai perkembangan kasus, penggantian biaya transportasi, mendapat nasihat
hukum, bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan dan lain
sebagainya sesuai ketentuan Pasal 5 UU 13/2006.
Menurut Barda Nawawi Arief (1998), dalam hukum pidana
positif yang berlaku pada saat ini perlindungan korban lebih banyak merupakan
“perlindungan abstrak” atau “perlindungan tidak langsung”. Artinya, berbagi
rumusan tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan selama ini pada
hakikatnya telah ada perlindungan in abstracto secara langsung terhadap
kepentingan hukum hak asasi korban. Konsep perlindungan korban kejahatan menurut
Barda Nawawi Arief dapat dilihat dari
dua makna yaitu :
1.Dapat diartikan sebagai perlindungan hukum untuk tidak
menjadi korban tindak pidana “berarti perlindungan HAM atau untuk kepentingan
hukum seseorang”;
2. Dapat diartikan sebagai “perlindungan untuk memperoleh
jaminan/santunan hukum atas penderitaan/kerugian orang yang telah menjadi
korban tindak pidana” (identik dengan penyantunan korban). Bentuk santunan itu
dapat berupa pemulihan nama baik (rehabilitas), pemulihan keseimbangan batin
(antara lain, dengan permaafan) pemberian ganti rugi (restitusi, kompensasi,
jaminan/santunan kesejahteraan sosial), dan sebagainya.
Dari dua makna perlindungan korban di atas pada dasarnya ada
dua sifat perlindungan yang dapat diberikan secara langsung oleh hukum.
Pertama; bersifat preventif, yaitu berupa perlindungan hukum tidak menjadi
korban tindak pidana dan kedua; bersifat represif yaitu berupa perlindungan
untuk memperoleh jaminan/santunan hukum atas penderitaan/kerugian orang yang
telah menjadi korban tindak pidana.
Terkait dua sifat perlindungan korban yang dapat diberikan
oleh hukum pada hakikatnya perlindungan yang bersifat preventif dan represif
memegang peranan yang sama pentingnya dalam memberikan perlindungan terhadap
masyarakat, mengingat masyarakat yang menjadi korban tidak boleh begitu saja
dibiarkan menderita tanpa ada upaya perlindungan apapun dari negara. Pada
lingkup pencegahan, hukum harus ditekankan pada pencegahan masyarakat melakukan
tindak pidana.
Dari berbagai pemamparan diatas, Terkait perlindungan Korban
tindak Pidana tidak diatur secara eksplisit dalam KUHAP namun diatur dalam
Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban No 13 tahun 2006 yang mempunyai
beberapa bentuk Perlindungan Terhadap Korban, Namun Barda Nawawi Arief
menyatakan bahwa perlindungan korban merupakan perlindungan abstrak.Ayo diskusi
di kolom komentar Bagaimana kawan-kawan menangapi hal ini?
Dasar hukum:
Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban.
Refrensi
Bambang Waluyo,Viktimologi (Perlindungan Korban dan Saksi),2012,Sinar
Grafika,Jakarta
Barda Nawawi Arief, Beberapa aspek kebijakan penegakan dan
pengembangan hukum pidana,1998,Citra Aditya Bakti,Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar