Rabu, 01 Desember 2010

Sisi lain produksi sejarah 1965


 
Oleh :
Eby Julies Onovia
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto
d/a Kampus Fakultas Hukum UNSOED, Purwokerto
Jl. HR Boenyamin, Grendeng, Purwokerto


Peristiwa keji pada dini hari 1 Oktober 1965 tentang pembunuhan enam perwira dan seorang kapten yang dilakukan oleh PKI ternyata mendapat balasan yang tak kalah kejamnya dari satuan Angkatan Darat (AD) itu sendiri. Kekejaman PKI di lubang buaya sebuah sumur tua di ibukota sebagai tempat membantai para jenderal dengan cara menyayat tubuh mereka dan memotong alat vital yang dilakukan oleh sejumlah perempuan yang tergabung dalam organisasi Gerwani menambah citra buruk partai tersebut. Tiga minggu setelah peristiwa penculikan dan pembunuhan tersebut, perburuan besar-besaran terhadap PKI dan antek-anteknya dilakukan. Dasar pembenarannya adalah karena PKI dipandang sebagai satu-satunya dalang dibalik peristiwa 1 Oktober 1965.selanjutnya siapapun yang telah berhasil “menyelamatkan ” negara dan bangsa ini dari kaum komunis dengan jalan memimpin operasi pembantaian dan pemenjaraan massal atas mereka “berhak ” menjadi pemimpin tertinggi Republik Indonesia. Namun yang patut dipertanyakan disini adalah sebenarnya siapa yang lebih tidak berperikemanusiaan antara PKI dan Angkatan Darat sebagai pelaku pembunuhan massal? Dapatkah disebut benar terbunuhnya petinggi AD tersebut dibalas serta merta dengan pembunuhan besar-besaran ratusan ribu warga sipil yang di cap simpatisan PKI? Telaah singkat tentang produksi sejarah 1965.
Tragedi yang berawal dari isu kudeta yang hendak dilancarkan PKI sebagai salah satu partai politik yang ada pada masa itu, berakibat pada perburuan dan pembunuhan besar-besaran yang dilakukan satuan Angkatan Darat dibawah komando Pangkostrad Soeharto terhadap ratusan ribu masyarakat sipil aktivis PKI. Ditilik dari manapun, hal tersebut adalah sejarah hitam pembunuhan besar-besaran yang ada di Indonesia.
            Kenyataannya ketika berbicara menyoal peristiwa 1965 seakan-akan bangsa Indonesia begitu dibelokkan dari fakta sejarah yang sebenarnya. Produksi sejarah mengenai hal tersebut dihadapkan pada satu sisi, yaitu bahwa PKI adalah sebuah partai politik yang dapat mengancam  eksistensi negara indonesia dan merupakan partai politik yang kejam. Pembunuhan besar-besaran yang dilakukan secara bergelombang seakan tenggelam oleh program pemerintah untuk mencekoki masyarakat dengan menayangkan film buatan pemerintah yang memposisikan PKI sebagai pihak yang di kambing-hitamkan.
            Ditilik lebih dalam terdapat beberapa kejanggalan mengenai peristiwa 1965. Khususnya dari Angkatan Darat, satu hal yang masih patut dipertanyakan adalah mengapa komando penumpasan PKI berasal dari Soeharto dan bukan berasal dari Jenderal Ahmad Yani yang saat itu menjabat selaku panglima tinggi Angkatan Darat atau pada presiden Soekarno sekalipun. Di lain sisi PKI adalah partai politik yang merupakan partai sipil tetapi mengapa justru  Angkatan Darat yang sangat “bernafsu” untuk membasmi PKI, terbukti dari tokoh-tokoh kunci dalam gerakn tiga puluh september (G30S) yakni Letkol Untung, Kolonel Abdul Latief dan Brigjen Soepardjo dari TNI-Angkatan Darat. PKI juga merupakan partai saingan yang mengalahkan partai besutan dari AD  dalam pemilu sebelumnya.
            Peristiwa G30S memang cepat menyebar keseluruh penjuru tanah air, namun ternyata surat kabar yang boleh beredar didominasi oleh surat kabar tertentu, khususnya harian Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha.  Melalui koran-koran ini, dan melalui berbagai cerita yang beredar di masyarakat dikisahkan mengenai kekejaman PKI di Halim Perdana Kusuma, seperti pesta harum bunga, kisah pemotongan alat vital serta kisah pencungkilan mata yang sampai sekarang belum terbukti.  Kesemuanya itu masih menjadi misteri yang kabur untuk ditelusuri karena produksi sejarah yang ada terkesan tidak bisa di percaya. Menurut keterangan dari Brigjen TNI dr rubiono kertapati yang mngetuai tim dokter yang melakukan autopsi atas para korban menyatakan dalam laporan visum et repertum-nya bahwa tidak ada penyiksaan atas tubuh para korban.
 Sesungguhnya  tak banyak  yang mengerti bagaimana fakta sesungguhnya mengenai siapa yang bersalah dalam pembantaian kemanusiaan itu.  Produksi sejarah dan reproduksi ingatan akan hal itu seakan dikaburkan atau dibuat sedemikian rupa menurut kepentingan penguasa seperti banyak orang bilang sejarah masa itu bukan history melainkan his story, sejarah seperti yang penguasa inginkan.  Pemaksaan penayangan film wajib pada masa rezim soeharto digunakan sebagai media mencekoki masyarakat indonesia tentang betapa kejam PKI dan bahwasanya partai tersebut adalah dilarang dan terlarang eksistensinya, namun siapa yang ingat dan berani mengungkit-ungkit perburuan dan pembantaian ratusan ribu bahkan jutaan ativis PKI yang dilakukan TNI angkatan darat, seakan-akan kebenaran akan fakta tersebut berusaha dikubur dalam-dalam dan merusaha menyisakan kekejaman PKI saja.
Sudah saatnya sekarang pada masa reformasi ini dimana rezim diktatorial Soeharto telah tumbang sebagai waktu yang tepat bagi bangsa indonesia untuk kembali menyikapi keadaan sejarah yang telah jauh dibelokkan dan membuka mata agar tidak berlanjut adanya pelanggaran hak asasi manusia meskipun zaman telah berubah namun mantan tahanan politik dari masa lalu masih mendapat stigma buruk sebagai seorang PKI yang kejam dan tersisih dari pergaulan masyarakat.  Dalam hal ini andil pemerintah sangat besar untuk memulihkan kembali luka sejarah yang ada agar tidak lagi terjadi pelanggaran hak asasi yang berkelanjutan dikarenakan stigma masyarakat pada mantan tahanan politik  dan mantan aktivis PKI tersebut pada pelaku pembunuhan massal.  Selama hal itu belum dilakukan masing-masing pihak tidak akan bisa menyadari bahwasanya mereka adalah satu kesatuan bangsa indonesia yang seharusnya saling menghargai hak asasi manusia antar warganya.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

bukan nya ahmad yani yang diculik bersama 6 jenderal dan 1 ajudan
jenderal Nasution yang tidak ditangkap karena yang ditangkap ternyata hanya ajudannya bukan setahu ku sih gitu....