Minggu, 24 Januari 2016

Kewajiban Corporate Social Responsibility

Kewajiban Corporate Social Responsibility 


          Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa “Prekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kakeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negra dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bumi dana air dan kekayaan yanh terkandung di dalamnnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Dari ketentuan Pasal tersebut  dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan dan masyarakat Indonesia tidak semata-mata merupakan tanggung jawab salah satu pihak saja, akan tetapi tanggung jawab semua yang berkepentingan (stakeholders) seperti negara dan perusahaan yang ikut menikmati kekayaan negara Republik Indonesia, Salah satu bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat adalah tanggung jawab sosial perusahaan yang dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR ).


       Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan Pasal 74 Undang-Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Namun diharapkan kewajiban ini bukan merupakan suatu beban yang memberatkan perusahaan. Pembangunan suatu negara tidak hanya tanggung jawab pemerintah dan perusahaan saja. Diperlukan kerjasama dengan seluruh masyarakat untuk menciptakan kesejahteraan sosial dan pengelolaan kualitas hidup masyarakat. Perusahaan berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangkan faktor lingkungan hidup. Saat ini dunia usaha seharusnya tidak hanya memperhatikan keuntungan yang didapatkan, namun juga harus memperhitungkan aspek sosial, dan lingkungan. Ketiga elemen inilah yang kemudian bersinergi membentuk konsep pembangunan berkelanjutan. CSR memang sepatutnya dilaksanakan oleh perusahaan dengan kesadaran sendiri dan bersifat sukarela. Namun  pelaksaan CSR tidaklah efektif jika hanya didasarkan kepada komitmen atau kesadaraan perusahaan, sedangkan komitmen dan kesadaran setiap perusahaan pastilah berbeda-beda dan sangat bergantung kepada kebijakan dari masing-masing perusahaan. CSR merupakan komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial dan lingkungan. Setidaknya ada tiga motif yang melatarbelakangi keterlibatan perusahaan dalam program CSR yaitu, motif menjaga keamanan fasilitas produksi, motif mematuhi kesepakatan kontrak kerja, dan motif moral untuk memberikan pelayanan sosial pada masyarakat local. Dan terdapat manfaat dari pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, baik bagi perusahaan sendiri, pemerintah, dan stakeholder lainnya.

Pengaturan Corporate Social Responsibility pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
11.   Pasal 1 ayat (3), Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
22.   Pasal 66 ayat (2c), Laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan
33.   Pasal 74 ayat (1), Perseroan yang menjalankan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
44.  Pasal 74 ayat (2), Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaanya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
55. Pasal 74 ayat (3), Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) akan dikenakan sanksi sebagaimana yang telah diatur dalam UU.
66. Pasal 74 ayat (4), Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.
Dari ketentuan pasal-pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa CSR adalah kewajiban moral bagi perusahaan yang pelaksanaannya didasarkan pada komitmen perusahaan terkecuali perusahaan yang menjalankan usahanya di bidang sumber daya alam karena bagi perusahaan tersebut CSR adalah kewajiban hukum yang pelaksanaannya dipaksakan oleh Undang-undang.


Corporate Social Responsibility sebagai kewajiban hukum
        Filosofi Corporate Social Responsibility di Indonesia, merujuk pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan tujuan negara Republik Indonesia adalah untuk “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia…”. Maka, mewujudkan kesejahteraan umum merupakan tanggung jawab negara. Terwujudnya tujuan tersebut, memerlukan upaya dari segenap rakyat (termasuk perusahaan) untuk mencapainya. Hal ini bukan berarti bahwa negara melimpahkan kewajiban atau tanggung jawabnya kepada masyarakat atau perusahaan, namun peran perusahaan juga penting dalam pembangunan ekonomi negara. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan untuk mempercepat terwujudnya tujuan negara.

           Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, merupakan dasar bagi sistem perekonomian Indonesia. Berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan". Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa "Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar asas demokrasi ekonomi dengan kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional". Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan landasan konstitusional dari UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mewajibkan perusahaan melaksanakan Corporate Social Responsibility.

           Pertumbuhan dan iklim perekonomian yang baik merupakan salah satu hal yang mendukung tumbuh dan berkembangnya bisnis suatu perusahaan. Maka sebenarnya, tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang tidak sekedar membuang dana atau biaya karena ada keuntungan yang akan diperoleh perusahaan yang menjalankannya. Konsep Corporate Social Responsibility, mengingatkan perusahan bahwa tidak hanya keuntungan (profit) semata yang dikejar, namun juga harus berkontribusi dan memberikan manfaat untuk masyarakat (people) dan juga memperhatikan kelestarian lingkungan (planet). Profit, people, dan planet merupakan konsep “3P” yang dikemukakan oleh John Elkington. 

           Wujud program CSR yang berorientasi people adalah pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan. Planet, kepedulian terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati bisa dilakukan melalui pelaksanaan program penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih, perbaikan permukiman, pengembangan pariwisata.

         Tanggung jawab sosial yang dimiliki perusahaan kepada masyarakat, seharusnya tidak hanya dilakukan oleh corporate dalam arti perusahaan yang bersifat badan hukum dan berskala besar saja. Tidak menutup kemungkinan perusahaan perseorangan yang belum berbadan hukum juga menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang signifikan bagi masyarakat di sekitarnya, maka tanggung jawab sosial seharusnya dilakukan tanpa memandang seberapa besarnya perusahaan tersebut. Di Indonesia, tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) menjadi suatu kewajiban hukum (legal mandatory) hanya bagi perusahaan di bidang Sumber Daya Alam. Menurut Dirk Matten dan Jeremy Moon, pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) dapat dibedakan menjadi dua pendekatan, yaitu secara eksplisit dan implisit. Tanggung jawab sosial perusahaan yang eksplisit, dilakukan secara sukarela (voluntary), segala strategi, program, dan kebijakan perusahaan merupakan keinginan internal dari perusahaan sendiri. Perusahaan tersebut melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai suatu tanggung jawabnya kepada perusahaan dan seluruh pemangku kepentingannya. Sedangkan tanggung jawab sosial perusahaan yang implisit berarti, seluruh institusi negara baik formal maupun informal menugaskan perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaannya. Tanggung jawab sosial perusahaan yang implisit biasanya terdiri dari nilai-nilai, norma, dan peraturan (sebagian besar bersifat mandatory tetapi ada juga yang bersifat customary) sebagai persyaratan untuk mengingatkan perusahaan perihal pelaksanaan kewajiban perusahaan pada pemangku kepentingan (stakeholder).

        Perusahaan menjalankan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) bukan hanya untuk membantu pemerintah mewujudkan kesejahteraan sosial seluruh masyarakat, namun juga karena ada keuntungan yang didapatkan perusahaan, yaitu:
11.   Perusahaan mendapatkan citra positif dari masyarakat, terutama dalam perusahaan go public yang memerlukan citra baik agar nilai sahamnya baik dan kompetitif;
22.  Perusahaan dapat mewujudkan keberlanjutan (sustainability) perusahaan dan menghindari adanya konflik antara perusahaan dengan stakeholder. Perusahaan tidak dapat berjalan dengan baik jika tidak berhubungan baik dengan masyarakat. Keberlanjutan suatu perusahaan tidak hanya berkaitan dengan mencari laba semata. Selain berhubungan dengan masyarakat, perusahaan (bisnis) tidak bisa dipisahkan dengan peran pemerintah. Perusahaan (bisnis) dan pemerintah adalah institusi yang bekerja dalam masyarakat. Individu dalam masyarakat secara konstan bergerak dan saling berinteraksi untuk menghadirkan perubahan. Maka antara pemerintah, bisnis, dan masyarakat saling memperngaruhi.
33.  Perusahaan dapat memberikan kontribusi langsung bagi kelestarian lingkungan hidup di sekitar perusahaan berada. Menjaga kelestarian lingkungan hidup, secara langsung maupun tidak akan memberikan dampak positif pula kepada perusahaan. Lingkungan yang rusak pasti akan menimbulkan kerugian. Menjaga kelestarian dan keberlanjutan lingkungan merupakan investasi jangka panjang karena kegiatan melestarikan lingkungan dapat menghemat biaya produksi suatu perusahaan. Sebagai contoh, banyak perusahaan yang mulai menghemat penggunaan air dan melakukan pengelolaan limbah dengan baik. Pengelolaan air dan limbah ini dapat mengurangi biaya yang ditanggung perusahaan sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
44.  Perusahaan mendapatkan kesempatan untuk memperlihatkan kelebihan perusahaannya dibandingkan perusahaan pesaing.

          Pembahasan di atas menjadi alasan mengapa tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) sudah seharusnya menjadi kewajiban hukum (legal mandatory) bagi setiap perusahaan, yaitu:
11.   Indonesia adalah negara berdaulat yang bebas untuk membuat regulasi, termasuk yang terkait tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility). Jika di beberapa negara lain tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) dilaksanakan secara sukarela (voluntary) namun di Indonesia terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang memasukkan isu tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) sehingga sifatnya tidak sekedar sukarela (voluntary) tetapi menjadi kewajiban hukum.
22.     Keadaan lingkungan yang semakin memprihatinkan, merupakan salah satu alasan perlunya pemerintah menetapkan regulasi yang mendukung keberlanjutan lingkungan, sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembangunan ekonomi yang mengorbankan lingkungan akan berdampak sangat buruk. Kerusakan lingkungan akan membuat manfaat pertumbuhan ekonomi berkurang karena habisnya sumber daya alam dan rentan menghadapi perubahan iklim. Maka sudah seharusnya isu yang menyangkut pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat diatur dalam suatu undang-undang.
33.  Perusahaan juga menjadi bagian dari masyarakat (sosial). Konsep pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh perusahaan dalam bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) sangat penting bagi perusahaan, maka peran pemerintah menjadi regulator dan pengawas demi terlaksananya tanggung jawab sosial perusahaan menjadi penting. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) bukan berarti bahwa negara melimpahkan tanggung jawabnya pada perusahaan, namun mengajak perusahaan untuk bekerja sama menciptakan pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Masalah sosial hanya dapat diatasi melalui rekayasa sosial (social engineering) karena penyebab dan akibatnya bersifat multidimensional dan menyangkut banyak orang.
44.  Tidak semua perusahaan memiliki kesadaran melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility). Karakteristik inti CSR belum menjadi karakter praktik CSR di sebagian besar perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Sifat sukarela kerap diartikan sebagai “sesuai interpretasi masing-masing”, bukan sebagai ketaatan kepada seluruh regulasi dari tingkat lokal hingga internasional lalu berusaha sekuat mungkin melampaui itu semua. Munculnya eksternalitas negatif masih menjadi ciri utama dari sebagian besar operasi perusahaan di Indonesia. Dampak negatif sosial dan lingkungan belum dikelola dengan memadai, seakan-akan bukan menjadi tanggung jawab perusahaan.

Fakta Kurangnya Kepedulian Implementasi Corporate Social Responsibility di Indonesia
       Tanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan sosial masyarakat bukan hanya menjadi tanggung jawab perusahaan besar saja, meskipun pada kenyataannya mayoritas perusahaan yang melakukan CSR adalah perusahaan besar. Dengan perkataan lain, perusahaan kecil pun harus bertanggung jawab melakukan CSR. Di Indonesia, pelaksanaan CSR sangat dipengaruhi oleh kebijakan dan Chief Executive Officer (CEO) sehingga kebijakan CSR tidak secara otomatis akan sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Hal ini memberikan makna bahwa jika CEO memiliki kesadaran akan tanggung jawab sosial yang tinggi, maka kemungkinan besar CSR akan dapat dilaksanakan dengan baik, sebaliknya jika CEO tidak memiliki kesadaran tentang hal tersebut pelaksanaan CSR hanya sekedar simbolis untuk menjaga dan mendongkrak citra perusahaan di mata karyawan dan di mata masyarakat.

         Lemahnya Undang-Undang (UU) yang mengatur kegiatan CSR di Indonesia mengakibatkan tidak sedikit pelanggaran-pelanggaran terjadi dan mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup yang ada. Sebagai contoh UU Nomor 23 tahun 1997 Pasal 41 ayat 1 tentang pengelolaan lingkungan hidup menyatakan “Barang siapa yang melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak lima ratus juta rupiah.” Pengaturan pencemaran lingkungan hidup tidak langsung mengikat sebagai tanggung jawab pidana mutlak, dan tidak menimbulkan jera bagi para pelaku tindakan ilegal yang merugikan masyarakat dan menimbulkan kerusakan lingkungan. Kasus kerusakan lingkungan di lokasi penambangan timah inkonvensional di pantai Pulau Bangka-Belitung tidak dapat ditentukan siapakah pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi karena kegiatan penambangan dilakukan oleh penambangan rakyat tak berizin yang mengejar setoran pada PT. Timah Tbk. Sebagai akibat penambangan inkonvensional tersebut terjadi pencemaran air permukaan laut dan perairan umum, lahan menjadi tandus, terjadi abrasi pantai, dan kerusakan laut. Contoh lain adalah konflik  antara PT Freeport Indonesia dengan rakyat Papua. Penggunaan lahan tanah adapt, perusakan dan penghancuran lingkungan hidup, penghancuran perekonomian, dan pengikaran eksistensi penduduk Amungme merupakan kenyataan pahit yang harus diteima rakyat Papua akibat keberadaan operasi penambangan PT. Freeport Indonesia. Bencana kerusakan lingkungan hidup dan komunitas lain yang ditimbulkan adalah jebolnya Danau Wanagon hingga tiga kali (20 Juni 1998; 20-21 Maret 2000; 4 Mei 2000) akibat pembuangan limbah yang sangat besar kapasitasnya dan tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan. Kedua contoh tersebut hanya merupakan sebagian kecil gambaran fenomena kegagalan CSR yang muncul di Indonesia, dan masih banyak lagi contoh kasus seperti kasus PT Newmont Minahasa Raya, kasus Lumpur panas Sidoarjo yang diakibatkan kelalaian  PT Lapindo Brantas, kasus perusahaan tambang minyak dan gas bumi, Unicoal (perusahaan Amerika Serikat), kasus PT Kelian Equatorial Mining pada komunitas Dayak, kasus suku Dayak dengan perusahaan tambang emas milik Australia (Aurora Gold), dan kasus pencemaran air raksa yang mengancam kehidupan 1,8 juta jiwa penduduk Kalimantan Tengah yang merupakan kasus suku Dayak vs “Minamata”.

      Hal terpenting yang harus dilakukan adalah membangkitkan kesadaran perusahaan dan rasa memiliki terhadap lingkungan dan komunitas sekitar. Hal ini menuntut perlunya perhatian stakeholder, pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam membuat regulasi atau ketentuan yang disepakati bersama antara pihak-pihak yang terlibat untuk mencapai keefektifan program CSR. Tidak dapat dipungkiri peran UU sebagai bentuk legalitas untuk mengatur pelaksanaan CSR sangat diperlukan. Disamping itu, untuk meningkatkan keseriusan perhatian dan tingkat kepedulian perusahaan terhadap kelestarian lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, diperlukan adanya suatu alat evaluasi untuk menilai tingkat keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan program CSR. Hasil dari penilaian yang dilakukan oleh lembaga penilai independen dapat dijadikan sebagai dasar untuk monitoring jalannya CSR demi terwujudnya tujuan utama dari CSR itu sendiri.


      Demi terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia yang telah termaktub dalam alinea keempat Undang-undang dasar 1945 dan demi pembangunan negara yang berkelanjutan di segala aspeknya, diperlukan upaya-upaya dari pemerintah dan rakyat (termasuk perusahaan). Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usahanya seharusya tidak hanya berorientasi pada keuntungan saja namun juga harus memperhatikan aspek sosial masyarakat maupun lingkungan. Perusahaan memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan yang dapat diwujudkan dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Hukum positif di Indonesia telah mengatur tentang CSR, salah satunya pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. UU tersebut hanya memaksakan CSR kepada perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam padahal perusahaan yang bergerak di bidang lainnya pun berpotensi untuk merugikan masyarakat maupun lingkunangan sekitarnya. Pada tahap implementasinya pun masih banyak perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam yang belum memperhatikan CSR. Perlu adanya regulasi untuk memaksakan CSR bagi setiap perusahaan, jika CSR hanya dilakukan berdasarkan komitmen semata tidaklah efektif karena tidak setiap perusahaan memiliki komitmen untuk melaksanakan CSR, mengingat bahwa sebenarnya CSR pun sangat bermanfaat bagi kelangsungan usaha perusahaan. Evaluasi pun perlu dilakukan untuk mengawal keberhasilan CSR.

Tidak ada komentar: