Senin, 03 Juni 2013

Romusha Di Tanah Eks Karesidenan Banyumas




ROMUSHA DI TANAH EKS KARESIDENAN BANYUMAS [1]


Buruh, menurut UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain[2]. Sedangkan,  menurut KBBI buruh adalah orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah[3]. Pun ,lima huruf yang selalu menarik untuk di bahas dan dibicarakan. Bukan karena wujud atau rupanya, bukan pula karena senyum maupun keindahan tubuhnya, namun karena problematika yang menghinggapi dari zaman kolonial hingga paska reformasi sekarang ini. Tak ayal, buruh di Indonesia yang milyaran jumlahnya itu tersebar ke pelosok nusantara sampai luar negeri yang biasa kita kenal dengan TKI (Tenaga Kerja Indonesia)  sering mendapat perlakuan kasar, pelecehan seksual, penganiayaan, tidak digaji bahkan kematian. Pergi pamit, pulang tinggal nama. Dengan bahasa yang sederhana, buruh diperlakukan secara tidak manusiawi.  Tak hanya itu, seringkali pula, buruh dikaitkan dengan pembangunan di republik ini. Ya, atas nama pembangunanlah  yang seolah memberi legitimasi dan pembenaran atas sedikit dari fenomena yang ada dari sekian banyak masalahnya yang penulis akan bicarakan dalam opini ini , yakni perlakuan kepada buruh dari perusahaan dan upah buruh yang (cenderung) murah.  Ya, murah bukan dalam artian sebenarnya, namun karena memang upah dari buruh selalu jauh dari harapan standar hidup layak. Akibat dari hal ini, terbentuklah stereotip yang terbangun dalam masyarakat  bahwa buruh lebih rendah tingkatannya dari pekerja. Pekerja lebih mapan, sejahtera dan terjamin kehidupannya. Sedangkan buruh kerap diidentikkan dengan upah minimum namun dengan  jam kerja  maksimum dan lagi, serba menderita padahal, keduanya menurut KBBI ataupun UU Ketenagakerjaan, hampir sama pengertiannya. Berita tentang buruh kita yang bekerja di luar negeri bagai romusha dan didalam negeri, yang tak ubahnya robot dengan upah yang kecil turut menguatkan anggapan tersebut. Pulau Jawa, (bagian tengah tepatnya) sebagai bagian dari republik tentu menjadi bagian pula dalam aneka masalah buruh di daerah eks karesidenan Banyumas ini yang meliputi beberapa kabupaten seperti Banjarnegara, Purbalingga,Banyumas, Cilacap dan Kebumen (disingkat BARLINGMASCAKEB).  
Di Banjarnegara, desa Giri Tirta mungkin dapat menjadi salah satu cerminan dari buruknya potret dari nasib buruh dan buruknya pelayanan publik pemkab terhadap salah satu desa di Kabupaten itu. Melimpahnya hasil alam dan luasnya lereng gunung , menandakan bahwa letak geografis berpengaruh terhadap profesi dari masyarakatnya. Masyarakat Banjarnegara khususnya buruh di banjarnegara mayoritas adalah buruh tani dan buruh pemecah batu.  Buruh tani disini, tidak berbeda dengan di daerah Dieng Plateau yang  tidak mempunyai tanah sendiri untuk dikerjakan. Jadi bila sedang tidak ada tanah untuk dikerjakan, hampir dapat dipastikan mereka menganggur[4]. Lebih dari itu, upah yang diterima adalah sebesar Rp. 10.000- Rp. 15.000 untuk buruh laki laki, dan Rp.7.000 untuk buruh perempuan. 
Kabupaten lain yang mengalami masalah hampir serupa ,terletak di sebelah barat Banjarnegara, yakni Purbalingga. Menurut  data Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) kabupaten Purbalingga terdapat sebanyak 42.000 orang buruh yang mana 30% nya ,yakni sekitar 12.600 orang buruh digaji dengan bayaran dibawah standar Upah Minimum Regional (UMR) kabupaten tersebut dengan bayaran Rp.  602.300[5] sementara UMR di purbalingga sendiri adalah Rp.818.500. Inipun belum ditambah dengan tekanan secara psikis yang mesti dirasakan oleh buruh berupa bentakan dari sang majikan yang marah saat mengetahui karyawannya kurang bersemangat dalam bekerja.  Perlakuan kurang pantas ini akhirnya membuahkan hasil dimana beribu ribu buruh pabrik melakukan aksi demonstrasi untuk menuntut hak haknya baik hak moral maupun materialnya.
Kota Satria mempunyai cerita tersendiri mengenai kisah yang dialami buruhnya. Buruh yang bekerja di luar negeri mendominasi pekerjaan buruh dibanding pabrik. Kasus yang ditangani SERUNI (sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang perlindungan buruh migran) sepanjang 2010 lalu, berjumlah sebanyak 13 kasus dimana dalam 13 kasus tersebut berkutat pada hilangnya kontak buruh migran Banyumas di luar negeri, pemutusan hubungan kerja secara Sepihak oleh perusahaan pemberi kerja dan perlakuan buruk dari Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta terhadap calon TKI yang akan di berangkatkan[6]. Itu 2010, bagaimana tahun ini? Heboh berita tentang Tasripin, buruh anak asal Cilongok[7] menjadi headline berbagai surat kabar lokal,regional maupun nasional. Belum genap 14 tahun, ia harus menghidupi dirinya sendiri dan 3 orang adiknya yang kesemuanya putus sekolah dengan penghasilan cekak tiap harinya sebesar Rp.10.000. Beruntung, karena kisah hidup bocah itu diangkat di media, pemerintah Banyumas dan Nasional melalui Presiden Yudhoyono langsung tanggap memberikan bantuan meskipun tidak lepas dari anggapan bahwa bantuan yang diberikan keduanya, bermotifkan alasan politis.
Menuju selatan Banyumas, kita menuju Kabupaten Cilacap, kota yang erat kaitannya dengan pelabuhan dan kawasan industri. Namun nampaknya memang buruh di perusahaan minyak dan gas nasional  Pertamina, yang banyak menggunakan jasa tenaga dari masyarakat sekitar sebagai buruh migas  perusahaan tersebut. Perusahaan besar belm tentu menjadi jaminan untuk menyejahterakan pekerjanya karena memang dilanda permsalahan klasik, yakni penerapan sistem kerja alih daya atau populer disebut dengan sistem Outsourcing yang menjadikan pekerja hanya dapat bekerja dengan sistem kontrak termasuk dengan penghasilan yang di bawah rata rata[8], apalagi biaya hidup di Cilacap tidak lebih ringan daripada biaya hidup di Banyumas[9].
Kota terakhir yang disebut dalam akronim Barlingmascakeb ialah Kebumen. Mungkin dari 2005 hingga saat ini, upah buruh masih sangat jauh dari UMR kabupaten tersebut. Belum ada keseriusan dari pemerintah daerah untuk merombak perda yang menjadi usulan bersama dari aliansi LSM buruh dan migran, karena saat pertemuan antara wakil rakyat dengan aliansi tersebut, wakil rakyat yang diharapkan dapat diajak berdiskusi sebagai jalan untuk pemecahan masalah , hanya menghadiri sebentar forum tersebut dengan alasan ada pertemuan di tempat lain.[10]
Dua hal yang menjadi benang merah peristiwa yang menjadi masalah seputar dunia perburuhan di wilayah eks Karesidenan Banyumas ini, yakni upah dan perlakuan. Yang mana upah, telah jelas pengaturannya dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dimana dalam ketetuan umum pasal 1 UU No.13 Tahun 2013 dimana menyebutkan bahwasanya upah ialah hak pekerja/ buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha/ pemberi kerja kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang undangan termasuk tunjangan dari pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan yang telah dan akan dilakukannya. Pasal 88 jo. Pasal 98 UU Ketenagakerjaan menguatkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pengupahan tenaga kerja yang pada intinya disini mengatur dari mulai pemberian upah yang diatur oleh pemerintah berdasarkan Upah Minimum Regional (pasal 89) Kabupaten setempat hingga nilai keadilanpun termuat disini dalam hal apabila pekerja tidak bekerja, maka tidak ada bayaran. Namun begitu, ini tidak berlaku apabila buruh dalam keadaan sakit. Penulis rasa, dalam pasal pasal yang berhubungan dengan pengaturan upah ini mengandung nilai nilai kemanusiaan yang secara ideal harusnya dapat dilaksanakan (pasal 93). Pemkab di wilayah eks karesidenan Banyumas sudah seharusnya melek atas regulasi ini, dengan imtervensi mengingat  kenyataan yang terjadi terkait masalah pengupahan kepada buruh di wilayahnya masing masing karena memang mayoritas berpenghasilan di bawah UMR itu tadi. Perusahaan yang mempekerjakan buruh buruh ini sudah sepantasnya mendapat pengawasan dari pemkab karena bila tidak, dapat berpotensi menimbulkan kesewenang wenangan. Hal yang perlu mendapat sorotan ialah terkait perjanjian kerja yang harusnya dibuat dengan konsensus antara perwakilan buruh dan perusahaan yang memuat hak hak dan kewajiban pengusaha dan buruh menurut pasal 111. Sementara itu, perlakuan perusahaan kepada buruhpun sudah diatur dalam dasar filosofis pembentukan UU Ketenagakerjaan ini yang dinyatakan pula dalam pasal 5 dan 6 UU ini dimana perlindungan kepada tenaga kerja/buruh harus dilakukan dalam upaya negara untuk menjamin perlakuan dan kesempatan yang bersifat non diskriminasi . Buruh laki laki da perempuan berhak mendapat perlakuan yang sama , serat kesempatan utuk mengembangkan kualitas diri lewat pelatihan pelatihan yang harusnya diberikan oleh pemerintah dan pihak perusahaan. Fakta dilapangan mengatakan bahwa pembentakan dan penyiksaan terhadap buruh di Banyumas dan Purbalingga telah kerapkali terjadi. Ini menandakan bahwa intervensi pemkab dipandang perlu oleh pemerintah kabupaten masing masing dengan melacak dan mengusut kasus ini, karena faktor psikis yang terguncang dapat mempengaruhi kinerja mereka dan tentunya berimbas kepada produktivitas pabrik. Jadi, penulis rasa pemerintah kabupaten telah dirasa perlu untuk melakukan intervensi kepada perusahaan dalam hal pengupahan yang nantinya diarahkan menurut Upah Minimum Regional daerah masing masing serta melakukan koordinasi secara kontinyu dengan LSM yang bergerak dalam bidang advokasi dan perlindungan buruh untuk mengakomodir pelaporan pelaporan atas pelanggaran atau tindakan perusahaan pemberi kerja yang menyimpangi aturan main dalam UU No.13 tahun 2003. Dengan peran pemerintah melalui upaya ini, diharapkan kualitas kerja buruh dapat terus meningkat dan kesejahteraan buruhpun dapat kembali terangkat.
 Selamat memperingati hari buruh sedunia untuk kawan kawanku, mahasiswa fakultas hukum kampus merah...dan untuk para buruh di wilayah eks karesidenan Banyumas ini kuucapkan..Separatos, natural give , pro love dan long live ,my family!
Patria O Muerte! (01/05/2013 pkl 09.41 )
 


      


[1] Oleh Luthfi Kalbuadi, Ketua Umum LKHS periode 2012- 2013 .Mempunyai hobi merangkai bunga dan agak sedikit mahir menggunakan aplikasi Drum Virtual.
[2] UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengenai ketentuan Umum ,Pasal 1 angka 3
[3] KBBI Offline v1.1
[4]Bagaimana Dengan Nasib Kaum Buruh Tani   - DIENGPLATEAU.com.htm/ diunduh tanggal 01/05/2013
[6] Seruni Tangani 13 Kasus Buruh Migran   Pusat Sumber Daya Buruh Migran.htm/ diunduh tanggal 01/05/2013
[7] Nasib Tasripin Gugah Presiden SBY Beri Bantuan - Tribunjateng.com.htm/ diunduh tanggal  01/05/2013
[8] Ribuan buruh Pertamina Cilacap batal mogok - ANTARA News.htm/ diunduh tanggal 01/05/2013
[9] Berdasarkan pengalaman hidup penulis. Ya, Cilacap serba mahal!
[10] Perlu Perda untuk Melindungi Hak-Hak Buruh Migran Kebumen     Arsip INDIPT ONline 2003-2010Arsip INDIPT ONline 2003-2010.htm/ diunduh tanggal 01/05/2013

Tidak ada komentar: