Sabtu, 06 Desember 2008

REFLEKSI PERJALANAN MALAM

Sebuah cerita yang berawal dari persahabatan, sebuah buah pena yang merefleksikan kekeluargaan. Organisasi adalah latar belakang yang sama di antara kami.... Perjalanan ini dimulai dari sebuah kekecewaan, sebuah kegalauan hati seorang teman, teman yang tidak perlu untuk diketahui. Pancuran tiga, itulah tujuan perjalanan kami, pancuran tiga yang menyimpan aura mistis dan menyimpan berbagai misteri dan sekaligus tempat merenung yang amat meng-enakkan bagi keluarga ini. Rintangan pertama adalah sebuah pintu yang dipenuhi kawat, pintu ini dapat dilewati dengan sedikit saja perjuangan, dilewati dengan sedikit kreatifitas.
Gelap adalah rintangan kedua yang harus dilewati oleh kami, susul menyusul dan berusaha berada di depan adalah hal yang biasa, bukan di dorong keberanian atau takut ketahuan, tapi hanya untuk mengamankan barisan. Langkah gontaiku yang tertinggal dibelakang seolah tidak menjadi rintangan bagi yang lain untuk meninggalkanku, hanya saja ada satu orang di antara mereka yang masih punya nurani untuk menunggu. Aku tercenung dalam kegelapan, cahaya bulan dan bintang di langit tidak mampu menghilangkan kegalauan hati bahkan hingga cerita ini lahir dari ketikan jari-jari diri. Galau diriku berawal dari sebuah pilihan, pilihan antara melihat sejenak ke masa lalu atau terus maju tanpa memperhatikan berbagai hal yang telah dilewati dan tiada kembali...
Masa lalu sudah selesai, namun masa depan belum juga pasti datangnya, kebahagiaan seolah mustahil di dapat, lamunanku terhenti ketika seorang teman memanggilku.
Dia bertanya, "kamu Kenapa, ada masalah apa sebenarnya?"
Tiada pengakuan yang terucap dari bibir ini, yang ada hanya sebuah permohonan,
"tolong bantu aku, jangan biarkan diriku dalam lamunan kosong ini."
Tiada lagi percakapan antara aku dan Candra gunadi hingga kami semua sampai ketujuan. Semua berlomba untuk segera masuk ke kolam kecil yang berisikan air belerang panas, Woyo, Cran, Baps, hingga Kopral Kah yang menjadi bawahan Jenderal Cran di sebuah misi pertempuran dengan kebodohan. Persahabatan dan perjalanan hingga ke pancuran tiga belum juga sanggup menghalau kesedihan hati ini.
Senyuman palsu dariku ini masih merekah untuk mereka, hingga sekarang. Bias pikiran dan latihan senyum tulus diri ini terkesan tiada manfaat sama sekali.
Diri ini yang pertama keluar dari tempat pemandian. sembari menunggu, satu batang Black kuhisap, asap yang keluar dari sela bibir ini menjadi teman paling setia dalam lamunan.
Setelah semua selesai dari pemandian, kami pun berjalan kembali, berjalan untuk pulang. Aku menjadi orang yang paling belakang, tanpa cahaya berjalan hanya mengikuti arah yang berada di depan. Pekikan dari seorang teman agar menunggu diriku seolah tidak dihiraukan, aku tidak peduli meski harus terseok sama sekali.
Baps dalam perjalanan mengalami sebuah kesesatan, namun teman yang lain tidak menyadari dan tidak menunggu Baps. Bersandar diri ini di sebuah pembatas, tujuan bersandar hanya untuk menunggu Baps. Kuraih dirinya, lalu Baps berkata.
"Engkau keluargaku."
Dalam sebuah keluarga harus ada yang menunggu dan menolong kita, itu yang aku tahu dan saat ini aku hanya ingin menunggu, menunggu bibit-bibit baru dari keluarga ini muncul dan bersinar terang, menolong bibit-bibit baru untuk lebih bersinar dari kami... Yang tersisa dari perjalanan ini hanya pengalaman, pengalaman mengenai sebuah keluarga...Keluarga LKHS!!!

Kisah nyata ini ditulis berdsarkan pengalaman penulis pada hari Kamis, 4 Desember 2008.
Kupersembahkan cerita ini untuk adik-adikku dan keluarga-keluargaku terutama yang ikut serta dalam perjalanan ke Pancuran tiga.
Spesial untuk Adik yang lahir 2 Tahun 8 Bulan 6 Hari setelah kelahiranku...
Wassalam. A.

2 komentar:

KiLeR mengatakan...

aduh2 anak muda zaman sekarang ko banyak yang keluar mlm yah??
blh ikt lagi g bis enak sekalian terapi gratis,hehehehehe.......
hidup lkhs..
tmbh cepat tsukiqu....

Up to u mengatakan...

Bgus bgt crtany .,