Selasa, 10 Maret 2009

METODE PENELITIAN

-->
Oleh : Angga Afriansha.AR1

  1. Pengantar
Penelitian selalu berangkat dari rasa ingin tahu yang dimiliki manusia, untuk menyalurkan hasrat ingin tahunya yang telah mencapai taraf ilmiah, yang disertai dengan suatu keyakinan bahwa setiap gejala akan dapat ditelaah dan dicari hubungan sebab akibatnya maka manusia meneliti. Penelitian dilakukan oleh manusia dengan menggunakan metode tertentu yang disesuaikan dengan permasalahan yang ingin diketahuinya. Suatu hal yang sangat tidak ilmiah apabila seseorang meneliti gejala sosial di masyarakat dengan menggunakan pendekatan penelitian mikroskopik karena metode tersebut dikenal dalam dunia ilmu pasti alam. Untuk meneliti suatu gejala sosial atau untuk melakukan penelitian hukum biasanya digunakan metode pendekatan yang bersifat sosiologis, ini juga kemudian bergantung pada ranah apa yang diteliti.
Fungsi penelitian dalam ilmu pengetahuan merupakan landasan dasar untuk mengkaji kebenaran dari suatu ilmu, namun kemudian tingkat kompleksitas dari suatu penelitian juga menjadi faktor penentu dari kebenaran suatu ilmu, asumsi dasarnya adalah semakin kompleks dan terperinci suatu penelitian, maka kebenaran yang didapatkan akan lebih valid dan reliable (tetap) meskipun dilakukan penelitian ulang dalam jangka waktu yang relatif lama. Mengenai kebenaran itu sendiri dapat dibagi menjadi beberapa cabang pokok, yaitu kebenaran absolut dan relatif.
Kebenaran absolut adalah kebenaran yang tidak dapat lagi disangkal dan bersifat magis religious (berkaitan dengan dogmatic agama). Kebenaran relatif dibagi lagi menjadai kebenaran ilmiah dan tidak ilmiah. Kebenaran ilmiah menghasilkan ilmu pengetahuan, sedangkan kebenaran tidak ilmiah hanya menghasilkan pengetahuan. Pembedaan antara ilmu pengetahuan dan pengetahuan adalah berkaitan dengan cara memperoleh kebenarannya dan penyusunan hasil dari kebenaran tersebut. Maksudnya adalah ilmu pengetahuan kebenarannya diperoleh dari suatu proses berpikir (tata pikir) atau logika yang disusun secara sistematis, sedangkan pengetahuan diperoleh dari pengalaman (experience).
Manheim mengemukakan bahwa terdapat beberapa syarat-syarat ilmu pengetahuan, yaitu sebagai berikut :2
  1. Accurate
  2. Systematic
  3. Analysis
  4. Determinate
  5. Data
Dari apa yang dikemukakan Manheim di atas, terdapat beberapa hal yang masih perlu dijabarkan, yaitu ; bahwa suatu ilmu pengetahuan itu bersifat akurat (mendekati kepastian), tidak dipenuhi dengan kebetulan-kebetulan belaka, disusun secara sistematis prosedural berdasarkan klasifikasi tertentu bersifat analisis (pembedahan komponen-komponen yang menyusun suatu ilmu pengetahuan) dan saling berhubungan serta didukung data tertentu. Data yang mendukung ilmu pengetahuan menurut Manheim dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu :
  1. The Phenomena Which We Seek To Study;3
  2. The Observations Of Phenomena;4
  3. Recorded Observations Of This Phenomena.5
Apabila diterjemahkan secara bebas, tiga tahapan itu terbagi menjadi tahap mengetahui fenomena yang hendak dipelajari, menelaah, kemudian membuat suatu rekaman/tulisan dari fenomena yang ditelaah.
  1. Logika
Pertanyaan filosofis pertama yang muncul apabila manusia mendengar suatu hal yang baru diketahuinya adalah APA, namun demikian kiranya tetap saja penting untuk menggunakan kata Apa dalam menelaah logika. Pertanyaannya adalah; Apa itu logika?
Jawaban singkat untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas adalah tata pikir. Logika dapat dijelaskan sebagai tata pikir yang mendasari seorang manusia dalam berbicara, bertindak maupun berperilaku baik itu berkaitan dengan suatu hal ilmiah maupun tidak. Logika selalu dipergunakan manusia dalam kehidupan sehari-harinya, ketika seseorang mengambil keputusan, berpendapat, ataupun membaca sesungguhnya itu didasari dari suatu jenis logika. Terdapat dua jenis logika yang paling mendasar yaitu logika induksi dan logika deduksi.
Logika induksi adalah proses berpikir dengan mempergunakan premis-premis khusus kemudian bergerak menuju premis umum, atau dengan kata lain induksi adalah proses berpikir dari hal-hal yang khusus menuju ke hal yang umum. Logika deduksi adalah logika yang bergerak dari premis umum menuju ke premis khusus.
Sebuah penelitian selalu mempergunakan logika untuk menganalisa bahan yang didapatkan (data yang didapatkan), meskipun demikian, logika yang dipergunakan dalam menganalisa harus disesuaikan dengan data dan objek permasalahan serta metode pencarian data. Data yang didapat dari observasi (telaah lapangan) dianalisa dengan logika induktif untuk menarik kesimpulan, data yang didapatkan dari hal yang bersifat umum dianalisa menggunakan logika deduksi (contoh : Teori dianalisa dengan realita = asumsinya adalah dengan dikomparasikan).

  1. Metodologi Atau Metode Penelitian?
Selama ini telah banyak kesalahan yang dilakukan oleh peneliti maupun kaum intelektual tua maupun muda, namun kesalahan itu terus menerus dilakukan, kesalahan yang dimaksud adalah kesalahan dalam pemaknaan metode sebagai metodologi. Terdapat perbedaan yang sangat substansial antara metodologi dengan metode jika dipandang dari sudut pandang bahasa. Metodologi mengandung makna ilmu tentang cara (bersifat teoritis), sedangkan metode adalah cara untuk mencapai sesuatu hal tertentu (bersifat praktis).
Contoh kongkrit dari perbedaan antara metodologi dengan metode dapat dianalogikan dengan pergi dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Budi bertanya mengenai bagaimana cara untuk pergi ke pasar Wage dari Unsoed kepada temannya, lalu kemudian dijelaskan temannya tersebut. (ini metodologi).
Budi pergi ke pasar wage dengan menggunakan angkot B1 atau sepeda motor (ini adalah metode).
Ketika seorang mahasiswa belajar metodologi penelitian artinya pembicaraan berputar pada ilmu tentang cara meneliti, namun ketika mahasiswa langsung meneliti, terlebih dahulu harus tahu metode apa yang akan dipakai.
Pada dasarnya banyak sekali macam metode penelitian, namun yang akan didiskusikan di tulisan ini adalah metode penelitian hukum. Penelitian hukum didasarkan pada dua konsepsi awal, yaitu secara normatif dan sosiologis, penelitian hukum normatif adalah penelitian konsep-konsep hukum, perundang-undangan, maupun teori-teori yang ada dalam ranah ilmu hukum ataupun dengan mempergunakan konsep hukum lama untuk kemudian membentuk atau mencari konsep hukum baru (Rechtfinding).
Konsepsi penelitian sosiologis bertitik tolak dari ilmu-ilmu kemasyarakatan. Biasanya penelitian sosiologis bersifat mendeskripsikan sebuah keadaan masyarakat tertentu. Dalam penelitian hukum sosiologis, hal yang seringkali digambarkan oleh peneliti adalah keefektifan sebuah peraturan hukum, ataupun penelitian untuk menemukan konsep hukum baru yang sifatnya tidak tertulis.

  1. Konfigurasi Penelitian Hukum
Kecenderungan yang banyak terjadi pada mahasiswa hukum adalah mempergunakan metode penelitian sebagai lukisan saja di dalam sebuah penelitian. Ini diakibatkan kurangnya pengetahuan mengenai arti penting maupun tata cara mengaplikasikan suatu metode penelitian. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam menerapkan metode penelitian, salah satunya adalah pemahaman terhadap substansi masalah yang akan diteliti.
Seorang peneliti yang baik akan selalu berusaha untuk substansi yang ingin dicarinya, dengan memahami substansi tersebut akan diketahui metode penelitian apa yang cocok dipergunakan dalam penelitiannya (penelitian: benar apabila caranya benar). Sebuah hal yang menarik dalam penggunaan metode penelitian adalah tingkat akurasi informasi yang didapat dan diolah dengan metode penelitian tertentu, sebagai contoh apabila ingin meneliti keefektifan hukum tentunya dapat menggunakan metode penelitian kualitatif, permasalahannya apakah hal ini sudah benar? Keefektifan adalah suatu tingkat, artinya ada indikator yang harus diketahui terlebih dahulu oleh seorang peneliti. Setelah mengetahui indikator dan mendapatkan data yang diperlukan, tentunya akan dilakukan verifikasi. Hukum tidak akan dapat dikatakan efektif apabila indikator-indikatornya tidak terpenuhi, artinya ada tingkatan-tingkatan yang dapat dibuat dalam penelitian mengenai keefektifan hukum. Kongkritnya, apabila seluruh indikator keefektifan hukum terpenuhi, maka dikatakan sangat efektif, apabila setengah dari seluruh indikator yang terpenuhi dapat dikatakan kurang efektif, dan apabila indikatornya tidak terpenuhi maka hukum sangat tidak efektif. Penjabaran-penjabaran tersebut mengindikasikan bahwa metode penelitian yang tepat untuk mengukur keefektifan hukum adalah metode penelitian kualitatif.
Penggunaan pendekatan dalam penelitian juga tidak dapat digunakan secara sembarang dan seenaknya, apalagi hanya dengan menyalin saja. Pendekatan dalam penelitian dipergunakan sebagai acuan utama dalam menjawab rumusan masalah. Pendekatan socio legal tentu tidak akan dapat dipergunakan untuk menjawab rumusan masalah yang berdimensi psikologi, begitu juga sebaliknya pendekatan psikologi tentu tidak akan menjawab rumusan masalah yang dimensinya normatif. Simpulan yang dapat ditarik apabila peneliti telah salah menerapkan pendekatan maka penelitiannya berada dalam ranah kebatinan saja atau bahkan mengada-ada. Konsekuensi-konsekuensi seperti ini memang tidak terlalu diperhatikan dewasa ini, bahkan kecenderungan yang ada hanya substansi penelitian saja yang diperhatikan, padahal substansi penelitian dan metode penelitian tidak dapat dipisahkan apabila ingin melakukan penelitian yang benar.
Konfigurasi penelitian hukum yang tepat berawal dari pemahaman substansi penelitian, kemudian ada konsistensi antara tiap-tiap bagian dari penelitian (judul, anak judul, rumusan masalah, tujuan penelitan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan simpulan). Apabila satu bagian saja tidak konsisten maka penelitian tersebut belum tentu tepat.

1 Kebetulan Menjadi Kepala Divisi (Re : Koordinator) Penelitian LKHS
2 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cet-3 (Jakarta : UI Press,1986), hal. 4.
3 ibid
4 ibid
5 ibid

Tidak ada komentar: