Sabtu, 18 November 2017

Memahami Persekusi dan Eigenrichting

Atas hak moral penulis, nama penulis tidak dicantumkan.


Akhir akhir ini di medsos ramai dibicarakan tentang video sepasang kekasih yang diarak dan ditelanjangi oleh warga cikupa, Tangerang karena dituduh melakukan perbuatan mesum, kemudian banyak media massa yang membahas hal tersebut dan megatakan hal tersebut sebagai “persekusi”, dan ada juga yang berpendapat bahwa itu adalah “ Eigenrichting” atau main hakim sendiri. Namun apa arti sebenarnya persekusi itu? apakah persekusi dengan eigenrichting itu sama? kemudian bagaimana pengaturan hukumnya di Indonesia? disini saya akan mencoba menjelaskan beberapa persoalan diatas berdasarkan pemahaman saya.

Pengertian persekusi dalam KBBI adalah pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas. Dalam pengertian ini memang terlihat sama dengan tindakan main hakim sendiri, dimana tindakan main hakim sendiri berdasarkan pengertian di wikipedia bahasa indonesia adalah istilah bagi tindakan untuk menghukum suatu pihak tanpa melewati proses yang sesuai hukum dan ini diakuan terhadap tindakan umun yang tertangkap basah melakukan kejahatan. Namun arti sebenarnya dari persekusi tidaklah sesimpel itu, menurut Damar Junarto (anggota organisasi anti persekusi dari Safanet) dalam konferensi press bersama YLBHI serta koalisi anti persekusi di kantr YLBHI, Jakarta, Kamis (1/6), mengatakan bahwa “Persekusi adalah tindakan memburu seseorang atau golongan tertentu yang dilakukan suatu pihak secara sewenang-wenang dan sistematis juga luas”. Sistematis berarti tindakan yang dikatakan sebagai pesekusi ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu tahap pertama adalah penentuan target, dalam tahap ini terdiri atas ajakan mengumpulkan massa, mendatanya serta usaha untuk memviralkan target. Tahap kedua adalah tahap memburu target dengan melakukan mobilisasi dan kordinasi massa di lapangan. Tahap selanjutnya adalah upaya untuk melakukan permintaan maaf tertulis secara paksa diatas materai dan diviralkan lagi melalui foto atau video. Kemudian tahap terakhir adalah tahap kriminalisasi target yang telah ditangkap dan dibawa ke polisi untuk ditahan. Persekusi ini ditujukan untuk mendiskriminassi atas  daras ras, agama, politik.

Melihat pembahasan diatas maka persekusi dengan main hakim sendiri (eigenrichting) memilki persamaan hakekat, yaitu untuk melakukan suatu perbuatan atas suatu perbuatan dengan kekuatan sendiri tanpa melalui proses hukum. Namun berbeda secara perbuatannya dimana persekusi dilakukan seara sistematis dan ditujukan untuk mendrikiminasi  karena latar belakang ras,agama dan atau politik. Melihat dari aksi warga cikupa yang mengarak serta menelanjangi sepasang kekasih yang dituduh melakukan mesum jelaslah tidak termasuk kedalam arti persekusi yang sebenarnya, melainkan tindakan main hakim sendiri (eigenrichting). Kemudian setelah kita tahu bahwa persekusi itu berbeda dengan main hakim sendiri, maka akan dibahas selanjutnya tentang pengaturan hukum atas persekusi itu. Berdasarkan data yang saya perooleh maka persekusi diatur dalam UU no 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dari pengertian yang saya jelaskan diatas maka persekusi termasuk kedalam kejahatan kemanusiaan diatur dalam pasal 9 huruf (h) “penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional” dan tergolong sebagai peanggaran HAM berat (pasal 7 huruf (b) UU no 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM. oleh karena itu persekusi jelas tidak diperbolehkan.

Kemudian untuk tindakan main hakim sendiri dapat diancam pidana, karena melihat Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum, sehingga apapun yang dilakukan warga negara Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku. Ketentuan ini juga mempunyai konsekuensi terhadap peradilan pidana kita, dimana KUHAP kita sekarang menganut asas praduga tak bersalah, yang mana tiap orang wajib di duga tak bersalah sampai dibuktikan sebaliknya di pengadilan atas putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap atau Inkracth van Gewijsde sehingga tindakan-tindakan main hakim sendiri adalah melawan hukum karena tiap orang dianggap tak bersalah kecuali putusan mengatakan sebaliknya. Oleh karena tindakan main hakim sendiri dilarang di Indonesia dan dapat diancam pidana dengan menggunakan beberapa pasal dalam KUHP, seperti pasal 170 tentang pengeroyokan, pasal 282 ayat (1) tindak kesusialaan disepan hukum, pasal penganiayaan (351 s/d 358), pasal 333 tentang perampasan kemerdekaan seseorang, pasal  368 tentang pengancaman, dll sesuai tindakan main hakim sendiri yang diakukan.

Dengan penjelasan diatas maka sekarang kita tahu bahwa “Persekusi” berbeda dengan “main hakim sendiri” baik dari perbuatannya sampai dengan pengaturan hukumnya memiliki perbedaan, oleh karena itu saya mengharapkan kepada kawan pembaca agar tidak keliru lagi dalam memberikan nama terhadap suatu kasus, apakah itu “persekusi” atau itu adalah “main hakim sendiri”. Demikian yang bisa saya jelaskan semoga bermanfaat, apabila terdapat kesalahan atau kekuranagan silahkan ditambahkan.
Terima kasih.

Tidak ada komentar: