Hallo Blogger Indonesia, khususnya Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman!
Tepat
satu minggu yang lalu LKHS telah mengadakan DIOBRAS (Diskusi dan Obrolan Santai) LKHS yang pertama, dengan tema Bedah Film "The Law Abiding
Citizen" yang diselenggarakan oleh Divisi Diskusi dan Pembicaranya
adalah Rifqi Prasetyo. Untuk mengetahui review film The Law Abiding Citizen, kawan-kawan semua bisa lihat disini. :)
DIOBRAS I
BEDAH FILM “LAW ABIDING CITIZEN”
Divisi Diskusi
Salam
ilmiah! Film yang berlatar belakang di negara Amerika Serikat ini merupakan
sebuah kritik terhadap sistem hukum negara super power itu dengan mengangkat
“bargaining system” dan “justice collabolator”. Rifqi sebagai pembicara dalam
bedah film “Law Abiding Citizen” ini menanyakan, “bagaimana jadinya ketika dua
sistem itu dilakukan di Indonesia?”. Hal itu mendapat banyak sekali sambutan,
dan salah seorang peserta diskusi yaitu Bangkit yang notabene adalah DPL LKHS
bahwa hal tentang justice collabolator menjadi ramai diperbincangkan setelah
setahun keluarnya undang-undang perlindungan saksi dan korban. Hal itu belum
banyak diterapkan di Indonesia karena perlindungan terhadap saksi itu masih
cenderung lemah, begitu pula mengenai kontra prestasi yang diberikan
Adapula salah satu peserta diskusi
mengamati dari segi film, ada sebuah kejanggalan menurutnya, “di penjara
terutama ruang isolasi seharusnya ada CCTV atau kamera untuk mengawasi kegiatan
apa saja yang dilakukan oleh nara pidana, kenapa itu tidak?” tanya Titah yang
merupakan mahasiswa baru 2015. Jawaban dari hal itu langsung diberikan oleh
Rifqi bahwasannya CCTV itu hanya ada di lorong penjara, sedangkan di dalam
ruang penjara tidak ada CCTV. Mungkin hal itu juga perlu dibenahi bahwa dalam
ruang penjara juga sebenarnya butuh CCTV agar tidak adanya penyimpangan lain
yang dilakukan oleh nara pidana.
Kembali ke bargaining sisstem yang
artinya adalah proses tawar menawar dalam hukum, yang mana dalam film ini
dilakukan oleh Darby dan Rise. Dari hal tersebut ada yang ingin menanggapi,
yaitu oleh Ajeng “itu pelaku ada Darby sebagai pelaku utama (dader) dan ada
Ames sebagai pembantu (medepleger), kenapa si Ames tidak melakukan tawar
menawar dengan Rise juga?”. Hal itu langsung ditanggapi oleh Rifqi dengan
asumsi dia bahwa itu didukung oleh faktor psikis dari si Ames. Ames yang merasa
hanya melakukan pencurian, berbeda dengan Darby yang secara sadar telah
melakukan pembunuhan, pencurian dsb dia lebih memilik untuk menjadi Justice
Collabolator dengan demikian maka dia dapat dikurangi hukumannya.
Kembali untuk mengomentari film ini
oleh saudara Titah, dalam segi bahasa emang terlalu tinggi dan susah untuk
dimengerti, karena memang bahasa hukum sedikit berbeda dengan bahasa Inggris
dan translatornya tidak pasti orang hukum dan hal itulah yang menyebabkan
banyaknya kata yang tidak sesuai dengan keadannya. Dalam film ini juga rasanya
terlalu cepat klimaks, tidak ada pengantarnya terlebih dahulu.
Adapun komentar dari Zidni dan Al
tentang film ini yang diantaranya, Clyde melakukan hal demikian karena tidak
ingin ketidak adilan yang diterimanya akan diterima juga oleh orang lain. Dan
muncul pertanyaan mengenai sistem peradilan tawar menawar itu, apakah ada
indikasi bahwa dalam sistem tersebut juga harus ada orang yang dirugikan? Dan
hal itu diamini oleh beberapa peserta diskusi yang lain, karena sebenarnya
dalam tawar menawarpun pasti akan ada pihak yang lebih diuntungkan.
Peserta lain bernama Edo pun tidak
ingin ketinggalan komentar, dia menanyakan sebenarnya itu ada dampak positifnya
atau tidak? Dan apakah sejauh ini hal itu telah efektif? Dalam film ini
sebenarnya dampak positif tidak terlalu diperlihatkan, namun apabila kita lihat
lebih dakam lagi dampak positif itu ada seperti dapat terungkapnya kasus
apabila minimnya alat bukti yang dapat dijadikan dasar tuntutan kepada
tersangka, namun jangan sampai lupa juga ada dampak negatif dari hal tersebut
antara lain timbulnya rasa ketidak adilan bagi korban.
Berbicara mengenai efektif,
penegakan hukum juga jangan melupakan 3 hal yang diantaranya dilihat dari sisi
Yuridis, Filosofis, dan Sosiologisnya. Dan Riqi mencontohkan ketika jalan macet
namun di sebelah kanan sangat lengang namun itu merupakan jalan forbiden,
dengan hanya melihat sisi kemanfaatan polisi mengalihkan pengendara ke sisi
kanan yang lengang itu namun dari sisi hukum itu adalah hal yang salah. Maka
kesimpulannya, ketiga hal itu haruslah bersifat komulatif, tidak hanya menonjol
pada satu sisi saja.
Tresna mengomentari bahwa penegak
hukum yang baik itu adalah penegak hukum yang memang tahu hukumnya. Dan hal
yang serupa juga diamini oleh Almira yang berpendapat bahwa, untuk mendapatkan
sistem hukum yang sebaik-baiknya maka harus melihat dari semua sudut pandang,
dan tidak boleh menutup telinga terhadap siapapun juga, termasuk korban yang
ditemukan pingsan padahal dia melihat, mendengar dan mengalami sendiri ketika
Darby mengoyak keluarganya.
Sampailah di akhir diskusi dengan
kesimpulan bahwa ketika ingin mengubah sebuah sistem, maka kamu harus masuk ke
sistem tersebut dan menjadi virus, setelah itu kamu mempengaruhi setiap segmen
yang terlibat di dalamnya, maka niscaya sistem itu akan berubah seperti
kehendakmu. Pesan dari pembicara, diskusi merupakan hal yang sangat baik. Hal
ini tidak akan didapatkan sewaktu perkuliahan yang waktunya memang sangat
minim. Penutup dari moderator “KEADILAN HARUS DITEGAKKAN WALAUPUN LANGIT
RUNTUH”. SALAM ILMIAH!!!