Penting
Banget LGBT?
Oleh
: Bangkit Angga Permana
Salam
Ilmiah! Pada kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan sebuah isu yang sedang
marak-maraknya di Indonesia bahkan di dunia sekalipun. Berawal dari disahkannya
LGBT di negara super power sana ternyata berdampak bagi kehidupan sosial di
Indonesia, banyak sekali kelompok-kelompok yang sudah tidak memiliki rasa malu
menyerukan sebuah keinginan untuk dilegalkannya LGBT, seberapa penting sih?
Pada tulisan saya kali ini, saya ingin mendeskripsikan secara singkat apa itu
LGBT, dan bagaimana pandangan dari agama, peraturan perundang-undangan, dan
HAM.
LGBT yang merupakan singkatan dari
Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender ini menurut saya adalah sebuah penyakit
psikis yang dampaknya adalah terhadap orientasi sexual si penderita. Berbicara
soal penyakit, telah adanya sebuah tulisan dari Dr.
Fidiansjah adalah Direktur Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan
dan beliau sekaligus menjabat sebagai Ketua Seksi RSP (Religi, Spiritualitas,
dan Psikiatri) PDSKJI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia.
Berdasarkan hasil telaah maka LGBT masuk dalam kategori ODMK
(Orang Dengan Masalah Kesehatan Jiwa), yang merujuk pada terminologi ODMK pada
UU No.18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.
Saya kurang mengetahui bagaimana itu ilmu kesehatan tetapi dalam keterangan
yang beliau sampaikan dan ditulis oleh Nova Riyanti Yusuf yang merupakan
anggota DPR RI periode 2009-2014 bahwa ODMK berbeda dengan ODGJ (Orang Dengan
Gangguan Gangguan Jiwa) akan tetapi ODMK ini dapat berkembang sehingga mencapai
taraf ODGJ yang dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Berbicara mengenai LGBT merupakan
penyakit kejiwaan maka pikir saya akan ada 3 resiko yang paling kemungkinan
terjadi yaitu orang tersebut menyembunyikannya dan dianggap sebagai aib
keluarga atau yang biasa disebut sebagai denial, kedua orang tersebut berusaha
untuk menyembuhkannya dan kembali kejalan yang benar, dan yang ketiga adalah
dengan bijaksana menerima dan menganggap bahwa hal tersebut dapat diterima oleh
masyarakat. Berkaca dari hal tersebut memang benar yaitu sekarang mulai marak
orang-orang karena solidaritas mekanis merasa bahwa mereka satu nasib sehingga
lebih giat lagi menyerukan adanya legalisasi terkait LGBT dengan harapan bahwa
hal tersebut dianggap oleh masyarakat dan negara sebagai hal yang normal. Lalu
sebenarnya pentingkah LGBT itu dilegalkan berdasarkan deskripsi diatas bahwa
LGBT merupakan sebuah penyakit kejiwaan? Kita bahas dari perspektif agama
terlebih dahulu.
Dalam hal orang beragama yang tentunya
bersumber dari masing-masing kitab suci yang mereka anggap adalah wahyu dari
Tuhan YME apakah dapat diamini bahwa dari sudut pandang agama dapat menyatakan
bahwa LGBT itu merupakan hal yang lazim dan dapat diterima? Menurut hemat saya
bahwa LGBT yang merupakan peristiwa dimana orang tersebut tidak sesuai
kodratnya maka dari agama manapun juga tidak akan pernah menyatakan bahwa LGBT
itu merupakan hal yang wajar dan dapat disahkan. Melihat dari sebuah cerita
atau hikayat dari kaumnya nabi Luth A.S bahwa Allah SWT mengutuk kaum Luth
karena perbuatan soldominya yang dalam bahasa keseharian mereka disebut sebagai
Liwath dan pelakunya disebut Lutiy. Nabi Muhammad SAW yang merupakan nabi akhir
zaman juga dalam sabdanya tentang homoseksualitas bahwa “aku akan mengutuk bagi
laki-laki siapapun yang bertingkah seperti perempuan”, apa bila itu diartikan
secara harfiah maka hanya menolak bagi kaum homoseksualitas, namun nabi
muhammad juga menambahkan bahwa perilaku yang tidak sesuai kodratnya maka hal
itu adalah salah. Bahkan menggambarkan bahwa perbuatan seperti itu adalah sama
hinanya dengan berzina walaupun satu mukhrimnya. Kitab suci ataupun sabda nabi
merupakan pedoman yang tetap artinya sampai kapanpun juga hakikat yang ada di
dalamnya adalah sama, jadi sampai kapanpun agama tetaplah tidak akan pernah
bisa memperbolehkan fenomena seperti LGBT ini dianggap hal yang normal.
Berbicara soal agama maka berbicara
tentang hukum syari’ah, seperti yang dilakukan oleh daerah Aceh pada tahun 2002
bahwa yang awalnya hanya mengikat bagi penduduk yang muslim saja tetapi lambat
laun mengikat bagi seluruh penduduk aceh dan terkait permasalahan serupa dengan
LGBT di negara penganut hukum syari’ah itu telah menetapkan sanksi yang tegas,
yang selanjutnya diikuti oleh kota Palembang, dan 52 daerah lainnya.
Bagaimana dengan pendapat MUI selaku
pemegang mimbar agama islam di Indonesia? MUI sendiri dengan tegas menyatakan
bahwa LGBT adalah haram dan tidak akan pernah bisa menjadi halal bahkan
perbuatan LGBT itu sendiri merupakan perbuatan kejahatan, yang sebagaimana
diatur dalam fatwa MUI Nomor 57 Tahun 2014 Tentang Lesbian, Gay, Sodomi, dan
Pencabulan. Yang menarik menurut saya adalah perbuatan LGBT ini merupakan
perbuatan kejahatan, bagaimana konseksuensinya?
1.
Hubungan seksual hanya
dibolehkan bagi seseorang yang memiliki hubungan suami isteri, yaitu pasangan
lelaki dan wanita berdasarkan nikah yang sah secara syar'i.
2.
Orientasi seksual
terhadap sesama jenis adalah kelainan yang harus disembuhkan serta penyimpangan
yang harus diluruskan.
3.
Homoseksual, baik
lesbian maupun gay hukumnya haram, dan merupakan bentuk kejahatan (jarimah).
4.
Pelaku homoseksual,
baik lesbian maupu gay, termasuk biseksual dikenakan
hukuman hadd dan/atau ta’zir oleh pihak yang berwenang.\
5.
Sodomi hukumnya haram
dan merupakan perbuatan keji yang mendatangkan dosa besar (fahisyah).
6.
Pelaku sodomi
dikenakan hukuman ta’zir yang tingkat hukumannya maksimal hukuman mati.
7.
Aktifitas homoseksual
selain dengan cara sodomi (liwath) hukumnya haram dan pelakunya
dikenakan hukuman ta’zir.
8.
Aktifitas pencabulan,
yakni pelampiasan nasfu seksual seperti meraba, meremas, dan aktifitas lainnya
tanpa ikatan pernikahan yang sah, yang dilakukan oleh seseorang, baik dilakukan
kepada lain jenis maupun sesama jenis, kepada dewasa maupun anak hukumnya
haram.
9.
Pelaku pencabulan
sebagaimana dimaksud pada angka 8 dikenakan hukuman ta’zir.
10.
Dalam hal korban dari
kejahatan (jarimah) homoseksual, sodomi, dan pencabulan adalah
anak-anak, pelakunya dikenakan pemberatan hukuman hingga hukuman mati.
11.
Melegalkan aktifitas
seksual sesama jenis dan orientasi seksual menyimpang lainnya adalah haram.
Dalam
pandangan agama budha pernikahan sejenis merupakan halangan untuk mencapai
kesucian. Homoseksual dianggap sebagai salah satu faktor penyebab penurunan
moral di masyarakat. Menurut ideologi kristen protestan tujuan utama pernikahan
adalah untuk melestarikan kehidupan atau keturunan. Ini hanya bisa dicapai bila
manusia menikah berlainan jenis kelamin. Agama katholik berpendapat suatu ikatan
pernikahan hanya bisa dilakukan oleh pria dan wanita . Para pemeluk agama ini
menganggap perilaku homoseksual sebagai bentuk penyimpangan. Agama hindu juga
melarang pernikahan oleh pasangan sejenis. Agama Konghuchu memiliki prinsip
bahwa pernikahan itu hanya terjadi antara lelaki dan wanita.
Maka
dengan demikian sesuai fatwa MUI dan ideologi masing-masing agama bahwa secara
tegas perbuatan LGBT adalah haram dan memiliki konsekuensi hukum yang tegas,
dan untuk yang melegalkan juga dapat dikatakan sebagai perbuatan yang haram. Apapun
alasannya hal yang abnormal memang sudah selayaknya untuk tidak dianggap
sebagai hal yang biasa.
Berbicara
soal peraturan perundang-undangan sebenarnya ada atau tidak celah terkait legalisasi
LGBT, namun pandangan kita harus lebih luas lagi tentang LGBT ini, apakah hanya
sebatas legalisasi, eksistensi, atau kesetaraan di dalam mata hukum? Berbicara
soal LGBT dari sudut apapun itu pasti
kompleks melihat LGBT selain penyakit juga dapat dibilang sebagai hasil dari
sebuah budaya bagaimana tidak, budaya dalam KBBI juga berarti hasil dari pola
pemikiran manusia, jadi sudah selayaknya kita berpikir secara matang terkait
hal apa yang seharusnya dilakukan untuk menghadapi LGBT ini khususnya dalam
perspektif Hukum Positif.
Berbicara
tentang hukum positif maka berbicara tentang peraturan perundang-undangan, maka
kali ini saya akan lebih menggunakan UU Perkawinan dan UUD 1945 sebagai acuan
untuk menerangkan LGBT dari perspektif hukum. Sudah sangat sering didengar
bahwa dalam pasal 1 ayat 1 UU No 1 Tahun 1974 bahwa terdapat unsur penting dari
sebuah perkawinan yakni ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan, yang berarti bahwa secara tegas undang-undang perkawinan ini
mengatur tentang hal yang diperbolehkan di dalam perkawinan itu adalah adanya
seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang artinya bahwa Lesbian dan Gay
tidak akan pernah bisa mendapatkan fasilitas hukum untuk melakukan sebuah
perkawinan yang sah di Indonesia. Lalu bagaimana dengan Biseksual dan Transgender?
Bukankah ketika orang tersebut yang awalnya adalah seorang laki-laki lalu
mengganti jenis kelaminnya menjadi seorang wanita lalu ia menikah dengan
seorang laki-laki juga bisa masuk dalam rumusan pasal 1 ayat 1 undang-undang
tentang Perkawinan? Maka untuk hal semacam LGBT lebih luasnya bisa dilihat
melalui pasal 2 Ayat 1 Undang-undang Perkawinan yang mengatakan “Perkawinan
adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu”. Dalam hal ini tidak ada satupun agama yang diakui di
Indonesia yang melegalkan LGBT sehingga pernikahan sejenis tidak mungkin
dilakukan. Lalu apakah permasalahannya hanya sampai disitu? Mengingat ini
hanyalah undang-undang tentang perkawinan artinya bagaimana orang itu sesuai
kodratnya melakukan perkawinan, bagaimana ketika tidak dalam hubungan
perkawinan lalu melakukan kegiatan LGBT? Saya pikir ketika hal itu masuk
kedalam sebuah perzinahan yang diatur dalam KUHP juga tidak akan memenuhi
unsur-unsurnya. Lalu apakah dalam perspektif hukum hal ini masih dapat dilegalkan?
Jawabannya adalah UUD 1945 dan
Pancasila sebagai sumber dari semua hukum, dalam sila pertama Pancasila jelas
disebutkan bahwa “Ketuhanan Yang Maha Esa” maka apapun itu adalah bersumber
dari Tuhan yang Maha Esa. Lalu apakah orang-orang LGBT itu tidak berketuhanan?
Jangan terlebih dahulu menjudge seperti itu, sangat dimungkinkan orang LGBT
adalah orang yang berkeTuhanan namun orientasi seksnya saja yang berbeda yang
dikarenakan penyakit tersebut, namun dapat diyakini bahwa orang yang
berketuhanan tidak akan pernah melakukan hal sekeji itu bahkan di luar status
perkwinan.
Dalam pandangannya dengan hukum
positif di Indonesia jelaslah sudah hukum bersumber pada UUD 1945 dan grund
norm yaitu Pancasila dan di dalam sila pertama sangat jelas disbutkan bahwa
Ketuhanan yang Maha Esa dan dapat diyakini bahwa tidak ada satu agamapun yang
memperbolehkan adanya LGBT. Maka untuk legalnya LGBT pasti tidak akan pernah
bisa karena terhalang adanya peraturan perundang-undangan dan Pancasila.
Lalu
yang hingga saat ini masih menjadi menarik adalah LGBT dari perspektif HAM,
karena dari aspek HAM ini lah menurut pegiat LGBT memiliki banyak celah karena
HAM adalah wahyu dari Tuhan dan setiap orang siapapun itu pasti memiliki HAMnya
sendiri-sendiri, dan hal itu lah yang menjadi dasar dari kaum LGBT mengukuhkan
eksistensinya dengan dalih Hak Asasi Manusia. Banyak dari mereka mengacu pada
International Convenant on Civil and Poltical Rights / ICCPR (Konvenan
Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik ) yang disahkan Majelis Umum
PBB tahun 1951 yang isinya memuat hak untuk menentukan nasibnya sendiri di
bidang sipil dan politik. Indonesia telah meratifikasi ICCPR pada 28 oktober
2005 melalui UU No.12 tahun 2005 tentang pengesahan ICCPR. Berikut adalah
poin-poin yang termasuk dalam hak sipil :
- Hak hidup
- Hak bebas dari siksaan, perlakuan, atau
penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat.
- Hak bebas dari perbudakan
- Hak bebas dari penangkapan atau penahanan
secara sewenang-wenang
- Hak memilih tempat tinggalnya untuk
meninggalkan negara manapun termasuk negara sendiri
- Hak persamaan didepan lembaga peradilan dan
badan peradilan
- Hak atas praduga tak bersalah
- Hak kebebasan berfikir
- Hak berkeyakinan dan beragama
- Hak untuk mempunyai pendapat tanpa campur
tangan orang lain
- Hak atas kebebasan untuk menyampaikan pendapat
- Hak atas perkawinan / membentuk keluarga
- Hak anak atas perlindungan yang dibutuhkan
oleh statusnya sebagai anak dibawah umur, keharusan segera didaftarkan
setiap anak sejak lahir dan keharusan mempunyai nama dan hak anak atas
kewarganegaraan
- Hak persamaan kedudukan semua orang di depan
hukum
- Hak atas perlindungan hukum yang sama tanpa
diskriminasi.
Namun hal itu kembali lagi kepada kondisi demokrasi negara Indonesia
dimana negara Indonesia memiliki Pancasila dari nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia itu sendiri yang mana kembali ke sila pertama bahwa tidak ada satu
agamapun yang sepakat adanya LGBT ini. Hak Asasi Manusia wajib dilindungi oleh
pemerintah. Namun kebijakan pemerintah Indonesia dengan tidak melegalkan LGBT
sesunguhnya adalah demi melindungi warga negara itu sendiri. Kita juga dapat
merujuk pada International Convenant on ekonomic, social, cultural right /
ICESCR ( Konvenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya )
yang disahkan Majelis Umum PBB pada tahun 1966. Pada bagian 3 berisi tentang :
- Hak atas pekerjaan
- Hak mendapat program pelatihan
- Hak mendapat kenyamanan dan kondisi kerja yang
baik
- Hak membentuk serikat buruh
- Hak menikmati jaminan sosial termasuk asuransi
sosial
- Hak menikmati perlindungan pada saat dan
setelah melahirkan
- Hak atas standar hidup yang layak termasuk
pangan, sandang, dan perumahan
- Hak terbebas dari kelaparan
- Hak menikmati standar kesehatan fisik dan
mental yang tinggi
- hak atas pendidikan termasuk pendidikan dasar
secara cuma cuma
- Hak untuk berperan serta dalam kehidupan
budaya dan menikmati manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan
aplikasinya
Dilihat dari
point nomor 9 bahwa Pemerintah wajib memenuhi hak menikmati standar keseharan
fisik dan mental yang tinggi maka dari itu pemerintah wajib untuk menjaga warga
negaranya dari LGBT ini dimana berhubungan dengan deskripsi yang pertama kali
saya jabarkan bahwa LGBT merupakan penyakit kejiwaan dan pemerintah harus
menyembuhkan penyakit kejiwaan tersebut dan saya pikir langkah paling bijak
terlebih dahulu adalah mencegah penyakit itu lebih meluas dengan tidak
melegalkan LGBT serta bagi warga negara yang telah menderita penyakit kejiwaan
tersebut maka diharapkan adanya terapi konservasi untuk menyelamatkan kaum
LGBT. Selain itu untuk mencegah LGBT yang semula adalah penyakit kejiwaan dan
jangan sampai menjadi gangguan jiwa adalah dengan mengajak seluruh elemen
masyarakat untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap kaum LGBT dan diupayakan
melakukan pendekatan persuasif agar kaum LGBT kembali ke jalan yang benar.
Sekian dari
saya maafkan apabila ada pihak yang merasa dirugikan, maafkan juga apabila ada
salah-salah kata, sebagian adalah hasil kutipan dan diolah menggunakan nalar
pribadi, semoga tulisan ini bermanfaat untuk penulis maupun pembaca.
Terimakasih dan Salam Ilmiah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar