Kewajiban Corporate
Social Responsibility
Oleh: Rifqi Prasetyo
Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa
“Prekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kakeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negra dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bumi dana air dan kekayaan yanh
terkandung di dalamnnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat”. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan
atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional. Dari ketentuan Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan dan
masyarakat Indonesia tidak semata-mata merupakan tanggung jawab salah satu
pihak saja, akan tetapi tanggung jawab semua yang berkepentingan (stakeholders) seperti negara dan
perusahaan yang ikut menikmati kekayaan negara Republik Indonesia, Salah satu
bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat adalah tanggung jawab
sosial perusahaan yang dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR ).
Corporate Social
Responsibility (CSR) merupakan salah satu kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan Pasal 74 Undang-Undang-Undang No. 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Namun diharapkan kewajiban ini bukan
merupakan suatu beban yang memberatkan perusahaan. Pembangunan suatu negara
tidak hanya tanggung jawab pemerintah dan perusahaan saja. Diperlukan kerjasama
dengan seluruh masyarakat untuk menciptakan kesejahteraan sosial dan
pengelolaan kualitas hidup masyarakat. Perusahaan berperan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangkan faktor lingkungan hidup.
Saat ini dunia usaha seharusnya tidak hanya memperhatikan keuntungan yang
didapatkan, namun juga harus memperhitungkan aspek sosial, dan lingkungan.
Ketiga elemen inilah yang kemudian bersinergi membentuk konsep pembangunan
berkelanjutan. CSR memang sepatutnya dilaksanakan oleh perusahaan dengan
kesadaran sendiri dan bersifat sukarela. Namun pelaksaan CSR tidaklah efektif jika hanya
didasarkan kepada komitmen atau kesadaraan perusahaan, sedangkan komitmen dan
kesadaran setiap perusahaan pastilah berbeda-beda dan sangat bergantung kepada
kebijakan dari masing-masing perusahaan. CSR merupakan komitmen perusahaan atau
dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan
dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada
keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial dan lingkungan. Setidaknya
ada tiga motif yang melatarbelakangi keterlibatan perusahaan dalam program CSR
yaitu, motif menjaga keamanan fasilitas produksi, motif mematuhi kesepakatan
kontrak kerja, dan motif moral untuk memberikan pelayanan sosial pada
masyarakat local. Dan terdapat manfaat dari pelaksanaan tanggung jawab sosial
perusahaan, baik bagi perusahaan sendiri, pemerintah, dan stakeholder lainnya.
Pengaturan Corporate
Social Responsibility pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
11. Pasal 1 ayat (3), Tanggung jawab sosial dan lingkungan
adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang
bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat
pada umumnya.
22. Pasal 66 ayat (2c), Laporan pelaksanaan tanggung jawab
sosial dan lingkungan
33. Pasal 74 ayat (1), Perseroan yang menjalankan usahanya di
bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung
jawab sosial dan lingkungan.
44. Pasal 74 ayat (2), Tanggung jawab sosial dan lingkungan
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaanya
dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
55. Pasal 74 ayat (3), Perseroan yang tidak melaksanakan
kewajiban sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) akan dikenakan sanksi
sebagaimana yang telah diatur dalam UU.
66. Pasal 74 ayat (4), Ketentuan lebih lanjut mengenai
tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.
Dari ketentuan pasal-pasal tersebut
dapat disimpulkan bahwa CSR adalah kewajiban moral bagi perusahaan yang
pelaksanaannya didasarkan pada komitmen perusahaan terkecuali perusahaan yang
menjalankan usahanya di bidang sumber daya alam karena bagi perusahaan tersebut
CSR adalah kewajiban hukum yang pelaksanaannya dipaksakan oleh Undang-undang.
Corporate Social
Responsibility sebagai kewajiban
hukum
Filosofi Corporate Social Responsibility di
Indonesia, merujuk pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, menyatakan tujuan negara Republik Indonesia adalah untuk
“…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia…”. Maka, mewujudkan kesejahteraan umum merupakan
tanggung jawab negara. Terwujudnya tujuan tersebut, memerlukan upaya dari
segenap rakyat (termasuk perusahaan) untuk mencapainya. Hal ini bukan berarti
bahwa negara melimpahkan kewajiban atau tanggung jawabnya kepada masyarakat
atau perusahaan, namun peran perusahaan juga penting dalam pembangunan ekonomi
negara. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan untuk mempercepat terwujudnya
tujuan negara.
Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, merupakan dasar bagi sistem
perekonomian Indonesia. Berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, "Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan". Pasal 33 ayat
(4) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945,
menyatakan bahwa "Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar asas
demokrasi ekonomi dengan kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional". Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan landasan konstitusional dari
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mewajibkan perusahaan
melaksanakan Corporate Social
Responsibility.
Pertumbuhan dan iklim perekonomian yang
baik merupakan salah satu hal yang mendukung tumbuh dan berkembangnya bisnis
suatu perusahaan. Maka sebenarnya, tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh
perusahaan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang tidak sekedar membuang dana
atau biaya karena ada keuntungan yang akan diperoleh perusahaan yang
menjalankannya. Konsep Corporate Social Responsibility,
mengingatkan perusahan bahwa tidak hanya keuntungan (profit) semata yang dikejar, namun juga harus berkontribusi dan
memberikan manfaat untuk masyarakat (people)
dan juga memperhatikan kelestarian lingkungan (planet). Profit, people,
dan planet merupakan konsep “3P” yang
dikemukakan oleh John Elkington.
Wujud program CSR yang berorientasi people adalah pemberian beasiswa bagi
pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan. Planet, kepedulian terhadap lingkungan
hidup dan keberlanjutan keragaman hayati bisa dilakukan melalui pelaksanaan
program penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih, perbaikan
permukiman, pengembangan pariwisata.
Tanggung jawab sosial yang dimiliki
perusahaan kepada masyarakat, seharusnya tidak hanya dilakukan oleh corporate
dalam arti perusahaan yang bersifat badan hukum dan berskala besar saja. Tidak
menutup kemungkinan perusahaan perseorangan yang belum berbadan hukum juga
menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang signifikan bagi masyarakat di
sekitarnya, maka tanggung jawab sosial seharusnya dilakukan tanpa memandang
seberapa besarnya perusahaan tersebut. Di Indonesia, tanggung jawab sosial
perusahaan (corporate social
responsibility) menjadi suatu kewajiban hukum (legal mandatory) hanya bagi perusahaan di bidang Sumber Daya Alam.
Menurut Dirk Matten dan Jeremy Moon, pelaksanaan tanggung jawab sosial
perusahaan (corporate social
responsibility) dapat dibedakan menjadi dua pendekatan, yaitu secara
eksplisit dan implisit. Tanggung jawab sosial perusahaan yang eksplisit,
dilakukan secara sukarela (voluntary),
segala strategi, program, dan kebijakan perusahaan merupakan keinginan internal
dari perusahaan sendiri. Perusahaan tersebut melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan sebagai suatu tanggung jawabnya kepada perusahaan dan seluruh
pemangku kepentingannya. Sedangkan tanggung jawab sosial perusahaan yang
implisit berarti, seluruh institusi negara baik formal maupun informal
menugaskan perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaannya.
Tanggung jawab sosial perusahaan yang implisit biasanya terdiri dari
nilai-nilai, norma, dan peraturan (sebagian besar bersifat mandatory tetapi ada juga yang bersifat customary) sebagai persyaratan untuk mengingatkan perusahaan
perihal pelaksanaan kewajiban perusahaan pada pemangku kepentingan (stakeholder).
Perusahaan menjalankan tanggung jawab
sosial (corporate social responsibility)
bukan hanya untuk membantu pemerintah mewujudkan kesejahteraan sosial seluruh
masyarakat, namun juga karena ada keuntungan yang didapatkan perusahaan, yaitu:
11. Perusahaan mendapatkan citra positif dari masyarakat,
terutama dalam perusahaan go public
yang memerlukan citra baik agar nilai sahamnya baik dan kompetitif;
22. Perusahaan dapat mewujudkan keberlanjutan (sustainability) perusahaan dan
menghindari adanya konflik antara perusahaan dengan stakeholder. Perusahaan tidak dapat berjalan dengan baik jika tidak
berhubungan baik dengan masyarakat. Keberlanjutan suatu perusahaan tidak hanya
berkaitan dengan mencari laba semata. Selain berhubungan dengan masyarakat,
perusahaan (bisnis) tidak bisa dipisahkan dengan peran pemerintah. Perusahaan
(bisnis) dan pemerintah adalah institusi yang bekerja dalam masyarakat.
Individu dalam masyarakat secara konstan bergerak dan saling berinteraksi untuk
menghadirkan perubahan. Maka antara pemerintah, bisnis, dan masyarakat saling
memperngaruhi.
33. Perusahaan dapat memberikan kontribusi langsung bagi
kelestarian lingkungan hidup di sekitar perusahaan berada. Menjaga kelestarian
lingkungan hidup, secara langsung maupun tidak akan memberikan dampak positif
pula kepada perusahaan. Lingkungan yang rusak pasti akan menimbulkan kerugian.
Menjaga kelestarian dan keberlanjutan lingkungan merupakan investasi jangka
panjang karena kegiatan melestarikan lingkungan dapat menghemat biaya produksi
suatu perusahaan. Sebagai contoh, banyak perusahaan yang mulai menghemat
penggunaan air dan melakukan pengelolaan limbah dengan baik. Pengelolaan air
dan limbah ini dapat mengurangi biaya yang ditanggung perusahaan sekaligus
menjaga kelestarian lingkungan.
44. Perusahaan mendapatkan kesempatan untuk memperlihatkan
kelebihan perusahaannya dibandingkan perusahaan pesaing.
Pembahasan di atas menjadi alasan mengapa
tanggung jawab sosial perusahaan (corporate
social responsibility) sudah seharusnya menjadi kewajiban hukum (legal mandatory) bagi setiap perusahaan,
yaitu:
11. Indonesia adalah negara berdaulat yang bebas untuk
membuat regulasi, termasuk yang terkait tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility). Jika
di beberapa negara lain tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) dilaksanakan secara sukarela (voluntary) namun di Indonesia terdapat
beberapa peraturan perundang-undangan yang memasukkan isu tanggung jawab sosial
perusahaan (corporate social
responsibility) sehingga sifatnya tidak sekedar sukarela (voluntary) tetapi menjadi kewajiban
hukum.
22. Keadaan lingkungan yang semakin memprihatinkan, merupakan
salah satu alasan perlunya pemerintah menetapkan regulasi yang mendukung
keberlanjutan lingkungan, sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pembangunan ekonomi yang mengorbankan lingkungan
akan berdampak sangat buruk. Kerusakan lingkungan akan membuat manfaat
pertumbuhan ekonomi berkurang karena habisnya sumber daya alam dan rentan
menghadapi perubahan iklim. Maka sudah seharusnya isu yang menyangkut
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat diatur dalam suatu
undang-undang.
33. Perusahaan juga menjadi bagian dari masyarakat (sosial).
Konsep pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh perusahaan dalam bentuk
tanggung jawab sosial perusahaan (corporate
social responsibility) sangat penting bagi perusahaan, maka peran
pemerintah menjadi regulator dan pengawas demi terlaksananya tanggung jawab
sosial perusahaan menjadi penting. Melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan (corporate social
responsibility) bukan berarti bahwa negara melimpahkan tanggung jawabnya
pada perusahaan, namun mengajak perusahaan untuk bekerja sama menciptakan
pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Masalah
sosial hanya dapat diatasi melalui rekayasa sosial (social engineering) karena penyebab dan akibatnya bersifat
multidimensional dan menyangkut banyak orang.
44. Tidak semua perusahaan memiliki kesadaran melaksanakan
tanggung jawab sosial perusahaan (corporate
social responsibility). Karakteristik inti CSR belum menjadi karakter
praktik CSR di sebagian besar perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Sifat
sukarela kerap diartikan sebagai “sesuai interpretasi masing-masing”, bukan
sebagai ketaatan kepada seluruh regulasi dari tingkat lokal hingga
internasional lalu berusaha sekuat mungkin melampaui itu semua. Munculnya
eksternalitas negatif masih menjadi ciri utama dari sebagian besar operasi
perusahaan di Indonesia. Dampak negatif sosial dan lingkungan belum dikelola
dengan memadai, seakan-akan bukan menjadi tanggung jawab perusahaan.
Fakta Kurangnya Kepedulian Implementasi Corporate Social Responsibility di
Indonesia
Tanggung jawab terhadap kelestarian
lingkungan, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan sosial masyarakat bukan
hanya menjadi tanggung jawab perusahaan besar saja, meskipun pada kenyataannya
mayoritas perusahaan yang melakukan CSR adalah perusahaan besar. Dengan
perkataan lain, perusahaan kecil pun harus bertanggung jawab melakukan CSR. Di
Indonesia, pelaksanaan CSR sangat dipengaruhi oleh kebijakan dan Chief Executive Officer (CEO) sehingga
kebijakan CSR tidak secara otomatis akan sesuai dengan visi dan misi
perusahaan. Hal ini memberikan makna bahwa jika CEO memiliki kesadaran akan
tanggung jawab sosial yang tinggi, maka kemungkinan besar CSR akan dapat
dilaksanakan dengan baik, sebaliknya jika CEO tidak memiliki kesadaran tentang
hal tersebut pelaksanaan CSR hanya sekedar simbolis untuk menjaga dan
mendongkrak citra perusahaan di mata karyawan dan di mata masyarakat.
Lemahnya Undang-Undang (UU) yang
mengatur kegiatan CSR di Indonesia mengakibatkan tidak sedikit
pelanggaran-pelanggaran terjadi dan mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup
yang ada. Sebagai contoh UU Nomor 23 tahun 1997 Pasal 41 ayat 1 tentang
pengelolaan lingkungan hidup menyatakan “Barang siapa yang melawan hukum dengan
sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan
denda paling banyak lima ratus juta rupiah.” Pengaturan pencemaran lingkungan
hidup tidak langsung mengikat sebagai tanggung jawab pidana mutlak, dan tidak
menimbulkan jera bagi para pelaku tindakan ilegal yang merugikan masyarakat dan
menimbulkan kerusakan lingkungan. Kasus kerusakan lingkungan di lokasi penambangan
timah inkonvensional di pantai Pulau Bangka-Belitung tidak dapat ditentukan
siapakah pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi karena
kegiatan penambangan dilakukan oleh penambangan rakyat tak berizin yang
mengejar setoran pada PT. Timah Tbk. Sebagai akibat penambangan inkonvensional
tersebut terjadi pencemaran air permukaan laut dan perairan umum, lahan menjadi
tandus, terjadi abrasi pantai, dan kerusakan laut. Contoh lain adalah konflik antara PT Freeport Indonesia dengan rakyat Papua.
Penggunaan lahan tanah adapt, perusakan dan penghancuran lingkungan hidup,
penghancuran perekonomian, dan pengikaran eksistensi penduduk Amungme merupakan
kenyataan pahit yang harus diteima rakyat Papua akibat keberadaan operasi
penambangan PT. Freeport Indonesia. Bencana kerusakan lingkungan hidup dan
komunitas lain yang ditimbulkan adalah jebolnya Danau Wanagon hingga tiga kali
(20 Juni 1998; 20-21 Maret 2000; 4 Mei 2000) akibat pembuangan limbah yang
sangat besar kapasitasnya dan tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan. Kedua
contoh tersebut hanya merupakan sebagian kecil gambaran fenomena kegagalan CSR
yang muncul di Indonesia, dan masih banyak lagi contoh kasus seperti kasus PT
Newmont Minahasa Raya, kasus Lumpur panas Sidoarjo yang diakibatkan kelalaian PT Lapindo Brantas, kasus perusahaan tambang
minyak dan gas bumi, Unicoal (perusahaan Amerika Serikat), kasus PT Kelian
Equatorial Mining pada komunitas Dayak, kasus suku Dayak dengan perusahaan
tambang emas milik Australia (Aurora Gold), dan kasus pencemaran air raksa yang
mengancam kehidupan 1,8 juta jiwa penduduk Kalimantan Tengah yang merupakan
kasus suku Dayak vs “Minamata”.
Hal terpenting yang harus dilakukan
adalah membangkitkan kesadaran perusahaan dan rasa memiliki terhadap lingkungan
dan komunitas sekitar. Hal ini menuntut perlunya perhatian stakeholder,
pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam membuat regulasi atau ketentuan
yang disepakati bersama antara pihak-pihak yang terlibat untuk mencapai
keefektifan program CSR. Tidak dapat dipungkiri peran UU sebagai bentuk
legalitas untuk mengatur pelaksanaan CSR sangat diperlukan. Disamping itu,
untuk meningkatkan keseriusan perhatian dan tingkat kepedulian perusahaan
terhadap kelestarian lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat,
diperlukan adanya suatu alat evaluasi untuk menilai tingkat keberhasilan
perusahaan dalam melaksanakan program CSR. Hasil dari penilaian yang dilakukan
oleh lembaga penilai independen dapat dijadikan sebagai dasar untuk monitoring
jalannya CSR demi terwujudnya tujuan utama dari CSR itu sendiri.
Demi terwujudnya cita-cita bangsa
Indonesia yang telah termaktub dalam alinea keempat Undang-undang dasar 1945
dan demi pembangunan negara yang berkelanjutan di segala aspeknya, diperlukan
upaya-upaya dari pemerintah dan rakyat (termasuk perusahaan). Perusahaan dalam
melaksanakan kegiatan usahanya seharusya tidak hanya berorientasi pada
keuntungan saja namun juga harus memperhatikan aspek sosial masyarakat maupun
lingkungan. Perusahaan memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan
lingkungan sekitar perusahaan yang dapat diwujudkan dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Hukum positif di Indonesia telah mengatur tentang CSR, salah
satunya pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. UU tersebut hanya
memaksakan CSR kepada perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam
padahal perusahaan yang bergerak di bidang lainnya pun berpotensi untuk
merugikan masyarakat maupun lingkunangan sekitarnya. Pada tahap implementasinya
pun masih banyak perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam yang belum
memperhatikan CSR. Perlu adanya regulasi untuk memaksakan CSR bagi setiap
perusahaan, jika CSR hanya dilakukan berdasarkan komitmen semata tidaklah
efektif karena tidak setiap perusahaan memiliki komitmen untuk melaksanakan CSR,
mengingat bahwa sebenarnya CSR pun sangat bermanfaat bagi kelangsungan usaha
perusahaan. Evaluasi pun perlu dilakukan untuk mengawal keberhasilan CSR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar