Minggu, 24 Maret 2013

Masihkah Bidik Misi Dapat Diandalkan ?



Oleh : 
Sabrina Widya, Rahmawati Hanif dan Putri Mayasari 

(Anggota LKHS 2012-2013 dan 
Mahasiswa FH Unsoed 2012)


(sumber gambar : ryanbian.blogspot.com)

    




P
endidikan adalah suatu hal yang sangat penting dalam pembangunan sebuah negara. Dengan pendidikan yang baik dan layak maka bangsa ini dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Bahkan hak pendidikan telah dijamin sebagaimana tercantum dalam pasal 31 (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Ironisnya sudah menjadi rahasia umum bahwa pendidikan menjadi mahal, bagaikan barang mewah bagi kebanyakan masyarakat indonesia. Dan itu menjadi masalah yang dapat menghambat perkembangan sumber daya manusia. Padahal banyak pelajar yang memiliki prestasi dan motivasi yang besar tetapi tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan pendidikan. Oleh karena itu sudah seharusnya negara menjamin terselenggaranya pendidikan bagi seluruh warganya tanpa terkecuali bagi warga yang kurang mampu.

        Dengan melihat masalah tersebut pada akhirnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, Bagian Kelima, Pasal 27 ayat (1), menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya memberi bantuan biaya pendidikan atau beasiswa kepada peserta didik yang orang tua atau walinya kurang mampu membiayai pendidikannya. Pada Pasal 27 ayat (2), menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memberi beasiswa kepada peserta didik yang berprestasi.
       
        Pemerintah mengeluarkan program BIDIK MISI. Program bidik misi adalah program pembiayaan pendidikan oleh negara bagi pelajar yang berprestasi tetapi tidak mampu secara ekonomi. biaya hidup BIDIK MISI sebesar Rp.6.000.000 ,-- per semester dengan perincian Rp.2.400.000,-- untuk biaya penyelenggaraan pendidikan dan Rp.600.000,-- untuk biaya hidup disetiap bulannya. Dengan adanya bidik misi diharapkan dapat mewujudkan terselenggaranya tri dharma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian, dan yang paling penting adalah pengabdian pada masyarakat, sehingga implikasinya adalah terciptanya masyarakat indonesia yang cerdas dan berkualitas.

        Akan tetapi, jika kita berkaca pada kenyataan yang ada praktek bidik misi ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini bisa dibuktikan denga banyaknya masalah-masalah yang menimpa para mahasiswa penerima bidik misi, yang seharusnya bidik misi ini dapat memenuhi 3T yaitu tepat sasaran,  tepat jumlah, dan tepat waktu. Jika kita mengkaji satu persatu unsur bidik misi tersebut maka kita kita akan menemukan penyimpangan yang dimaksud.
        Pada poin yang pertama yaitu tepat sasaran masih belum semaksimal yang diharapkan dengan melihat masih banyaknya mahasiswa yang berpotensi tetapi mereka belum mendapatkan haknya sebagai warga negara Indonesia yakni mendapatkan pendidikan yang layak. Juga masih banyak mahasiswa yang notabene nya dari keluaraga yang secara ekonomi cukup tetapi dia mendapatkan bidik misi. Menurut Muhammad Nuh selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada tahun 2011, lulusan menengah atas usia 19-23 hanya 26 persen yang terserap masuk perguruan tinggi. Sisanya, 74 persen, tidak melanjutkan ke perguruan tinggi (tempo.co). Kenyataan ini membuktikan bahwa bidik misi belum tepat sasaran.

        Poin yang kedua tepat jumlah bahwasanya bidik misi ini harusnya sesuai dengan indeks kemahalan wilayah universitas yang ditempati oleh mahasiswa penerima bidik misi tersebut,sebagai contoh jika si Polan berkuliah di Banyumas maka biaya hidup yang mereka terima harusnya sesuai dengan indeks kemahalan wilayah tersebut. Indeks kemahalan wilayah, dapat dilihat dari beberapa faktor seperti Standar Kehidupan Hidup Layak (KHL). Di Banyumas sendiri KHLnya ialah 877.000 rupiah sebagaimana ditetapkan dalam Upah Minimum Regional (UMR). Namun jumlah uang yang diterima oleh semua mahasiswa bidik misi ini samarata yakni Rp.600.000, sehingga menimbulkan masalah baru bagi mahasiswa tersebut.
       
        Dan poin yang terakhir adalah tepat waktu, masalah ini adalah masalah yang paling mendasar dalam penyelenggaraan bidik misi. Harusnya uang yang mereka terima ini tepat waktu tapi sekali lagi pada kenyataan nya jauh dari yang diharapkan. Di Unsoed, terjadi keterlambatan hampir 1 bulan untuk pemberian bidik misi. Amat miris sekali mengingat penerima bidik misi notabene ialah mahasiswa kurang mampu, sehingga banyak yang kesulitan secara finansial dalam memenuhi kebutuhann belajar dan kebutuhan hidup sehari-hari. Sementara mahasiswa pada umumnya sudah membeli banyak buku, jurnal, dan diktat untuk berbagai keperluan kuliah, para penerima bidik misi harus menghemat segala keperluan agar sekedar bisa hidup dan belajar seadanya, yang bahkan tak ragu jua untuk mengutang.


        Ketika terjadi beberapa masalah dalam penyaluran dana bidik misi alangkah baiknya universitas ikut bertanggung jawab, sesuai dengan peraturan penggunaan dana bantuan bidik misi poin ke empat yang berbunyi :
        “Kekurangan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan di PTN         ditanggung oleh perguruan tinggi yang bersangkutan, PTN dapat         mengupayakan dana dari sumber/pihak lain.”
        Dan poin lima yang berbunyi PTN memfasilitasi penyediaan dana, sarana dan prasarana belajar mengajar kepada penerima BIDIKMISI dengan sumber bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan BIDIKMISI atau sumber lain yang relevan.
       
        Sudah jelas dengan melihat peraturan tersebut diharapkan ada tanggung jawab dari universitas untuk ikut andil dalam mempermudah mahasiswa dalam melaksanakan pendidikannya terlepas dari masalah internal yang ada dalam universitas itu sendiri tidak seharusnya universitas angkat tangan dalam masalah bidik misi ini.

        Kesimpulannya, praktik bidik misi yang merupakan potret kecil dari program pemerintah dalam usahanya untuk mencerdaskan bangsa yang kenyataanya masih jauh dari harapan. Bidik misi yang seharusnya menjadi keringanan untuk mahasiswa yang kurang mampu tetapi baik dalam akademik nyatanya menjadi beban yang tak bisa diungkapkan oleh para mahasiswa penerima bidik misi tersebut. Lagi-lagi kita kembalikan ini kepada pemerintah dan pihak universitas yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang penuh atas program yang dibuat agar program bidik misi ini benar-benar dapat berguna seperti yang direncanakan sejak awal.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar