Sabtu, 14 Oktober 2017

Mengulas Pemahaman Dasar Perjanjian Sepihak dan Perjanjian Timbal Balik

Oleh : Nurul Alfaruni Safitri

Apa yang kalian ketahui tentang hukum perjanjian? Pasti banyak di antara kalian ketika mendengar kata “perjanjian” langsung terpikirkan adalah mengenai dua pihak yang saling mengikatkan diri. Definisi tersebut tidak salah, hanya saja kurang sempurna. Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Suatu rumusan perjanjian tersebut umumnya dimaksudkan untuk memberikan batasan atau pedoman mengenai peristiwa apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup perjanjian  dan mengesampingkan peristiwa-peristiwa yang tidak termasuk perjanjian. Perjanjian merupakan salah satu dari sumber perikatan, yang melahirkan sejumlah perikatan yaitu lahirnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang ditimbulkan oleh perjanjian yang bersangkutan. Perjanjian ini pastilah merupakan bagian dari yang diatur dalam hukum.

Pada dasarnya, hukum mengatur suatu hubungan hukum dan tiap-tiap hubungan hukum mempunyai dua segi yaitu pada satu pihak ia merupakan hak dan pihak yang lain merupakan kewajiban, demikian peristiwa hukum itu hakikatnya menjadi perantara konkretisasi atas hukum (hukum obyektif) menjadi hubungan hak dan kewajiban yang melekat pada subyek hukum tertentu (hukum subyektif). Dapat dikatakan bahwa peristiwa hukum merupakan peristiwa yang menimbulkan akibat hukum dalam arti, ada hak dan kewajiban yang muncul bagi para pihak yang terlibat dalam peristiwa tersebut yang diberikan oleh hukum.

Berangkat dari peristiwa hukum inilah yang kemudian ada dua jenis perjanjian yang merupakan isi dari tindakan hukum dua/banyak pihak (perjanjian). Dua jenis perjanjian ini antara lain perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik, yang nantinya akan kita bahas lebih lanjut mengenai contoh dari salah satu perjanjian ini.
 Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang akibat hukumnya hanya membebani kewajiban pada pihak yang satu dan memberikan hak kepada pihak lainnya.
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang akibat hukumnya membebani kewajiban dan memberikan hak kepada kedua belah pihak.

Perjanjian itu sendiri diatur dalam pasal-pasal dalam KUHPerdata. Definisi perjanjian diatur dalam pasal 1313 KUH Perdata, yang sudah dijabarkan di atas. Namun, dalam rumusan Pasal 1313 tersebut, mengandung suatu kelemahan. Kelemahannya adalah rumusan tersebut dinilai terlalu luas dan terlalu sempit.

Terlalu luas pada kata “perbuatan” yang kemudian dipersempit menjadi “perbuatan hukum” karena kata perbuatan mengandung maksud sekaligus juga dengan bukan perbuatan hukum. Terlalu sempit karena definisi tersebut hanya mencakup perjanjian sepihak saja, padahal jenis perjanjian seperti yang disebutkan diatas ada dua, yaitu ada perjanjian timbal balik. Oleh karena itu, untuk menyesuaikan dengan fakta yang ada, maka ditambahkan kata “atau keduanya saling mengikatkan diri” di belakangnya. Sehingga rumusan pasal 1313 KUH Perdata menjadi “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih atau dimana kedua belah pihak saling mengikatkan dirinya.”  Pasal yang menyatakan bahwa perjanjian sebagai sumber perikatan diatur dalam Pasal 1233 KUH Perdata.

Contoh kasus untuk mengetahui apakah itu perjanjian sepihak atau perjanjian timbal balik.
Kasus : Tsani adalah seorang mahasiswa baru fakultas hukum UNSOED. Oleh karena suatu hal yang mendesak, mengharuskan ia untuk pergi dengan jarak yang cukup memakan waktu jika ditempuh dengan jalan kaki. Kemudian ia memutuskan untuk meminjam sepeda motor milik temannya pukul 12.30, dan temannya pun mengiyakan peminjaman tersebut. Namun, Tsani memakai sepeda motor tersubut pukul 14.00.

Jawab: Tsani ialah A, teman Tsani ialah B
A ------------------------------------------------ B
K---------------pengembalian-----------------H

Dari gambaran bagan di atas, dapat disimpulkan bahwa kasus ini merupakan contoh dari perjanjian sepihak, dimana pihak yang satu memiliki hak dan pihak yang lain memiliki kewajiban (dalam hal ini pengembalian sepeda motor). Perjanjian sepihak dalam kasus tersebut adalah perjanjian pinjam pakai.
Kasus: Seorang A selaku penjual, telah menyepakati untuk menjual sepeda miliknya dengan harga Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) kepada B selaku pembeli. Selain hal tersebut, tidak ada hal-hal lain yang dibicarakan untuk disepakati.

Jawab:
A ---------------------------------------------- B
K------------Penyerahan Benda-------------H   > Perikatan (pokok)
H------------Pembayaran Harga------------K   > Perikatan (pokok)
K------------Cacat Tersembunyi------------H  > Perikatan (assessoir)

Dari bagan di atas, disimpulkan bahwa kasus tersebut merupakan perjanjian timbal balik, dimana masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban.

Diketahui dalam bagan ada perikatan pokok dan perikatan assessoir. Perikatan pokok adalah perikatan yang timbul dan hapusnya dapat berdiri sendiri, tidak bergantung yang lain. Sedangkan perikatan assessoir adalah perikatan yang timbul dan hapusnya tergantung pada perikatan pokok yang lain.

Jadi, dari pemaparan penjelasan mengenai perjanjian di atas, dapat kita simpulkan bahwa untuk mengetahui apakah perjanjian itu termasuk perjanjian sepihak atau perjanjian timbal balik adalah dengan melihat dari hak dan kewajiban yang dimiliki masing-masing pihak. Semoga, sekilas penjelasan mengenai perjanjian ini, dapat membantu teman-teman dalam memahami perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.

Dasar Hukum :
1.      Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW)
Sumber :
1.     Wakhid, Nur. 2017. Hukum Perjanjian. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar