Selasa, 14 April 2009

PEMILU : Sebuah Dagelan



Panggung Dagelan Politik

Pada tanggal 9 April 2009, di bumi Nusantara telah dilakukan sebuah pentas politik akbar yaitu Pemilihan Umum. Pemilu kali ini diikuti begitu banyak partai, begitu banyak calon pembuat undang-undang yang ingin duduk di kursi parlemen Negara Indonesia. Kata mereka (caleg-caleg), demokrasi Indonesia perlu ditegakkan, kesejahteraan akan diperjuangkan oleh mereka “hal biasa dalam sebuah panggung dagelan, tokoh yang ingin jadi pemimpin biasanya punya seribu janji tapi basi ketika mereka sudah jadi.” Lain lagi versi para petinggi partai politik, mereka berlomba-lomba mencari massa dengan membuat iklan-iklan yang terbilang “wah” berkampanye dengan mengundang penyanyi dangdut yang begitu pintar bergoyang memuaskan mata rakyat yang bodoh karena mendukung artis dangdut (kampanye biasanya ramai karena ada penyanyi dangdutnya kan?) bukan malah menyuarakan aspirasi dan membuat semacam kontrak politik dengan para caleg. Sementara itu aku dirumah hanya bisa tersenyum dan tertawa.

Teringat dengan sebuah iklan dari salah satu petinggi parpol pohon beringin, bung J… skenario iklan tersebut begitu baik diatur oleh sutradaranya. Ada adegan yang membuatku kecewa saat melihat iklan itu, seorang pemuda bertanya dengan tokoh tersebut, “Pemerintahan yang baik itu seperti apa” (maaf kjika saya sedikit lupa karena yang saya ingat hanya jawaban dari si tokoh parpol). Tokoh tersebut menjawab “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, jadi dahulukan kepentingan rakyat baru kepentingan pribadi.” Betapa anehnya jawaban tersebut, begitu polosnya anak muda yang bertanya menganggukan kepala tanpa menelaah makna dibalik kalimat sang tokoh. Pertanyaanku : apakah Indonesia akan kita serahkan pad orang-orang seperti itu? Di dalam pemerintahan yang demokratis (menurut versi sang tokoh) masih ada kepentingan pribadi di dalamnya setelah kepentingan rakyat dijalankan. Ketika kepentingan rakyat diberikan dalam waktu 3 tahun maka 2 tahunnya untuk kepentingan pribadi (ini hanya sebuah contoh saja).

Aku tidaklah begitu mengerti apa itu politik, hanya saja aku mengerti bahwa orang-orang yang masih memikirkan kepentingan pribadi tidak pantas duduk menjadi pemimpin. Apakah Kemewahan, kegemerlapan dan prestise seorang pemimpin Indonesia masih dirasakan kurang? Teringat aku dengan Mahatma Gandhi, seorang pemimpin besar India yang rajin berpuasa, tidak lagi memikirkan kepentingan pribadi, yang ada di benaknya hanyalah mensejahterakan rakyat. Ahmadinejad versi Indonesia belumlah ada hingga sekarang, Teringat aku dengan Mahatma Gandhi, seorang pemimpin besar India yang rajin berpuasa, tidak lagi memikirkan kepentingan pribadi, yang ada di benaknya hanyalah mensejahterakan rakyat. Ahmadinejad versi Indonesia belumlah ada hingga sekarang, Ernesto Guevara versi Indonesia juga kurindukan. Kapan Indonesia terbebas dari orang-orang busuk?

Terbang tinggilah burung Garuda, kalimat itu juga berasal dari iklan salah satu partai politik Indonesia, hanya saja bagiku ada yang aneh dengan nama partai tersebut. Partai dengan gerakan sangat berbeda maknanya, ketika kata ini disajikan dalam satu kesatuan Partai gerakan aku menjadi bingung menentukan maknanya, entah karena kebodohan daya analisaku dan logika berpikirku ataukah memang kedua istilah tersebut berbeda dimensinya. Ahli bahasa Indonesia mungkin mampu menjawabnya, sayangnya aku bukanlah ahli bahasa Indonesia. Permasalahan peristilahan ini menunjukkan bahwa diriku dan mungkin juga diri perumus nama partai politik ini belum mencintai sepenuhnya bahasa Indonesia.
Lucu juga ketika permasalahan ini coba diangkat ke permukaan mahasiswa, diantara 10 mungkin hanya 1 yang memang benar memahami bahasa Indonesia atau yang lebih ekstrim diantara 100 mungkin tidak ada yang menguasi bahasa Indonesia yang baik dan benar serta memahami makna setiap kata yang digunakan. Mahasiswa lebih suka menggunakan istilah-istilah yang berbau ilmiah dan terdengar keren. Ini hanyalah sebuah awalan saja.


Se-Contreng Tinta Merah

Gerakan muda, kemanakah kalian? Bung karno pernah menulis dan berpidato dengan bahasa sastra yang berapi-api berkata “Beri aku sepuluh pemuda maka akan kugoncangkan dunia.” Sekarang aku bisa berkata, “bung Karno, semangatmu telah luntur oleh gemerlap dunia malam, semangatmu tidak lagi berbekas di kalangan pemuda akibat pergaulan bebas! Lihatlah pemilu yang aneh ini, lihatlah berapa banyak masalah dalam pemilu ini,l namun kaum muda hanya diam bung!”

Kata orang-orang komisi pemilihan umum, mereka sudah berkerja sesuai dengan aturan yang ada, tapi nyatanya kenapa begitu banyak kecurangan, dari mulai adanya perbenturan masalah daftar pemilih tetap hingga masalah politik uang (aku sering menonton berita jadi tahu). Berita itu mengandung makna ada sesuatu yang salah, atau secara gambling bisa dikatakan bahwa tiada berita berarti “berita baik.” Betapa maraknya berita pemilihan umum menandakan banyaknya permasalahan, lalu kapan bangsa ini tidak mendapatkan berita apapun?
Tinta merah itu sudah tertera di kertas pemilihan suara, namun hasilnya belum bisa kita nikmati, tanggal 9 Mei 2009 barulah kita dapat melihat dan menyaksikan hasil dari perhelatan akbar Indonesia.


Sedikit Rekomendasi Kepada Pemuda

Gerakan muda, kapankah engkau terbangun dari tidurmu? Segeralah engkau maju wahai gerakan muda, jangan engkau kotori dirimu dengan keanehan-keanehan duniawi dan kesenangan sesaat. Abdikanlah dirimu dengan segenap ilmu yang engkau punya untuk Negara dan pendidikan, gugatlah pemimpin yang tidak konsisten dengan aksi-aksimu, berikanlah semangat dan perjuanganmu untuk Indonesia, sisihkanlah harta, ilmu, dan daya juangmu untuk bangsa. Janganlah engkau menjadi penerus pemimpin yang korup, tapi jadilah pemimpin bangsa yang 100% untuk rakyat. Indonesia pasti jaya

Oleh : Angga Afriansha.AR (Kepala Divisi Penelitian LKHS 2008/2009)